Senin 12 Jul 2021 09:19 WIB

Esensi Komunikasi dalam Gotong Royong hingga Koperasi

Dengan ekonomi gotong royong, bangsa akan sejahtera.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (kanan) berbincang dengan pelaku UKM saat kunjungan kerja di Kampus IKOPIN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, awal tahun ini. Dalam kunjungan kerja tersebut, Teten Masduki berkesempatan untuk memberikan seminar dengan tema Membangun Ekosistem Perkoperasian Nasional Dalam Upaya Pemulihan Ekonomi kepada pelaku koperasi dan UKM secara daring dalam rangkaian dies natalis IKOPIN ke-39.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (kanan) berbincang dengan pelaku UKM saat kunjungan kerja di Kampus IKOPIN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, awal tahun ini. Dalam kunjungan kerja tersebut, Teten Masduki berkesempatan untuk memberikan seminar dengan tema Membangun Ekosistem Perkoperasian Nasional Dalam Upaya Pemulihan Ekonomi kepada pelaku koperasi dan UKM secara daring dalam rangkaian dies natalis IKOPIN ke-39.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Ami Purnamawati (Dosen Ikopin)

We cannot not communicate merupakan ungkapan yang mengekspresikan bagaimana mungkin kita bisa tidak berkomunikasi, karena sejatinya manusia  merupakan makhluk yang memiliki ketergantungan satu sama lain. Tentu saja bukan semata tergantung dengan sesama manusia, namun juga dengan semesta alam.  

Dalam konteks sosiologi, manusia memiliki kondisi yang disebut regariousness, yaitu bentuk dorongan, keinginan dan sikap untuk selalu berinteraksi dan hidup berbaur dengan individu lainnya dalam bermasyarakat. 

Beberapa faktor penyebab munculnya regariousness dalam diri manusia, seperti dorongan untuk bertahan hidup (survived) dan motivasi mendapatkan efektivitas kerja, semakin memperjelas bahwa manusia harus berinteraksi.  Dengan demikian interaksi sebagai suatu proses manusia saling berhubungan dan saling memengaruhi tidak dapat menafikan komunikasi.

Esensinya komunikasi adalah proses atau aktivitas penyampaian dan penerimaan suatu pesan.  Komunikasilah yang menjadi cara atau sarana untuk memenuhi kebutuhan  dan tujuan manusia dalam berbagai aspek kehidupan.  Komunikasi membuat manusia mampu untuk melakukan kerjasama, namun komunikasi juga memungkinkan terjadinya konflik.

Gotong Royong

Praktik kehidupan manusia Indonesia diabstraksi atau diinduksi (ditarik simpulan dari yang khusus ke umum) oleh para pakar dalam bentuk proposisi atau kalimat-kalimat bijak.  Beberapa kalimat bijak yang berkaitan dengan betapa pentingnya bersatu atau melakukan sesuatu secara bersama, misalnya ‘Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh’ dan ‘Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing’.

Dua contoh tersebut mengindikasikan tanpa orang lain kita tidak bisa menjadi kuat, sehingga  permasalahan yang dihadapi sulit diselesaikan. Dengan demikian, kerjasama dalam berbagai situasi dan aspek kehidupan menjadi sangat penting. Dalam bahasa Indonesia terdapat salah satu istilah yang digunakan untuk menggambarkan interaksi kerjasama, yaitu gotong royong.

Frasa gotong royong  terdiri dari dua kata, yaitu ‘gotong’ yang dimaknai bekerja dan ‘royong’ yang bermakna bersama. Gotong royong merupakan ungkapan yang menunjukkan budaya, ciri dan pribadi masyarakat Indonesia. Makna gotong royong pula yang menjadi inti dari sila ke-3 Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.

Jika diamati pada kondisi sekarang, frasa gotong royong tampaknya lebih banyak digunakan secara normative, atau dalam program-program pembangunan desa, atau bahkan seringkali digunakan untuk menyatakan kegiatan kerja bakti rutin.  Perubahan kata memang tidak dapat dielakkan. Waktu mengubah segalanya (time changes all things) dan tidak terkecuali dengan bahasa.

Penggunaan bahasa menurut ilmu sosiolinguistik bergantung pada faktor sosial seperti status sosial, jenis kelamin, pendidikan, usia dan lainnya. Lalu begantung pula pada faktor situasional seperti waktu, tempat, peserta komunikasi (siapa yang berbicara dan siapa yang diajak bicara), isu yang dibicarakan dan bentuk bahasa.

Menurut ilmu sosiolinguistik, bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi, bahasa bukan hanya struktur tetapi juga bagian dari kebudayaan.

Sharing Economy

Seiring dengan perkembangan teknologi yang masif, interaksi dan komunikasi semakin tanpa batas (borderless), sehingga pengaruh bahasa dari lingkungan eksternal tidak mungkin dihindari.  Dengan demikian ketika istilah gotong royong jarang  digunakan lagi dalam interaksi kebersamaan, salah satunya dikarenakan terdapat istilah lain yang memiliki kesamaan makna sebagai hasil dari interaksi lebih luas dengan atribut komunikan yang juga semakin berkembang.

Dengan semakin canggihnya infrastruktur teknologi komunikasi, yaitu internet dan media komunikasi menjadikan kita berada dalam era konvergensi. Konvergensi media memberikan kemudahan bagi para penggunanya.  Aplikasi-aplikasi platform yang diciptakan para developer pemograman menjadikan para pengguna dapat berinteraksi dan bekerjasama dalam transaksi bisnis secara online, sehingga muncullah istilah sharing economy.

Secara ringkas, pemahaman sharing economy yang disarikan dari berbagai sumber adalah konsep bisnis berbasis aplikasi.  Aplikasi ini menyediakan akses bagi perusahaan atau individu yang memiliki sumber daya untuk dimanfaatkan bersama dengan orang lain.  Makna ‘berbagi dan bersama-sama’ menjadi dominan dalam konsep sharing economy.

Manfaat dirasakan bersama karena suatu aplikasi. Pihak yang memiliki sumber daya dapat saling ‘berkomunikasi’ dengan pihak yang membutuhkan.  Terjadi simbiosis mutualisme di antara mereka.  Karena  kesepakatan kedua pihak terjadi dengan berbasis aplikasi, maka faktor kepercayaan (trust), menjadi syarat utama dalam transaksi ini, termasuk juga keterbukaan. Nilai-nilai dalam interaksi terutama interaksi bisnis menjadi credo (dasar tuntunan) agar kegiatan bisnis terus berlangsung. 

Koperasi

Salah satu lembaga yang juga menjalankan aktivitas usaha dan memiliki credo adalah koperasi. Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Latin coopere yang diartikan dalam bahasa Inggris yaitu cooperation  dan berarti kerjasama. Di dalam bahasa Indonesia, serapan dari bahasa Inggris yang berakhiran ‘ion’ akan menjadi ‘si’, sehingga kata cooperation menjadi koperasi.

Kredo utama koperasi bahkan tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (1), yaitu usaha bersama dan kekeluargaan,  dimana kalimat lengkap dalam pasal tersebut adalah ‘Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan’. Pernyataan dalam suatu pasal sebuah undang-undang, terutama UUD 1945, tentunya menjadi amanat dan memiliki kekuatan hukum untuk diimplementasikan. 

Kegiatan perekonomian yang dioperasikan di Indonesia, sejatinya adalah perekonomian yang tidak berbasis individualistis, dan bahkan meminimalisasi kompetisi, meskipun fakta empirik belum menunjukkan kondisi tersebut.

Koperasi secara legalitas memiliki sumber hukum tertinggi, secara idealis dipandu oleh nilai-nilai koperasi untuk menjalankan kegiatannya seperti keadilan, kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib sendiri, demokrasi, persamaan, dan kesetiakawanan.  Dalam tataran implementasi, koperasi sangat bergantung pada komitmen, kapasitas dan konsistensi sumber daya manusia koperasi.  SDM koperasi menjadi penentu performa koperasi.

Stakeholders koperasi dihadapkan pada tantangan yang cukup kompleks untuk melibatkan SDM  dalam koperasi, terutama pada era high-tech ini.  Untuk dapat menarik generasi milenial dan generasi gen z diperlukan penyesuaian dengan karakter dan kebiasaan mereka.

Karakter kreatif dan inovatif serta melek teknologi akan menjadi sumber daya yang menguntungkan bagi koperasi Indonesia, jika mereka memiliki jiwa dan semangat koperasi. Salah satu entry pointnya adalah dengan penanaman nilai-nilai kebersamaan dan saling memberikan manfaat dalam kehidupan.

Dari yang dipaparkan, pemaknaan gotong royong, sharing economy  dan koperasi adalah kebersamaan, kohesivitas dan kolaboratif antarmanusia yang didasarkan pada kondisi saling membutuhkan dan berbagi manfaat.  Meskipun teknologi berubah setiap saat, substansi gotong royong pada dasarnya tidak akan pernah hilang dalam diri manusia, terutama manusia Indonesia. Karena sejatinya konsep kapitalis hanya mengedepankan keuntungan individualistis dan tidak dapat menyejahterakan masyarakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement