Senin 12 Jul 2021 01:59 WIB

Survei: Kasus Covid Meningkat, Orang Tua tak Setuju PTM

Orang tua yang ragu dan tidak setuju pembelajaran tatap muka sebanyak 74,9 persen.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Pedagang menata seragam sekolah di toko perlengkapan sekolah Pasar Agung, Depok, Jawa Barat, Kamis (8/7). Pedagang seragam mengeluhkan sepinya omzet mereka pada tahun ajaran baru ini, menyusul masih diberlakukannya pembelajaran secara daring. Apalagi dengan kondisi pandemi dan diberlakukannya PPKM Darurat membuat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang rencananya akan dimulai Juli ini kembali mengalami penundaan.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Pedagang menata seragam sekolah di toko perlengkapan sekolah Pasar Agung, Depok, Jawa Barat, Kamis (8/7). Pedagang seragam mengeluhkan sepinya omzet mereka pada tahun ajaran baru ini, menyusul masih diberlakukannya pembelajaran secara daring. Apalagi dengan kondisi pandemi dan diberlakukannya PPKM Darurat membuat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang rencananya akan dimulai Juli ini kembali mengalami penundaan.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan hasil survei Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), meskipun ada 43,9 persen orang tua setuju pembelajaran tatap muka (PTM) tahun ajaran baru Juli 2021, tetapi masih banyak orang tua yang menyatakan ragu-ragu (32,2 persen) bahkan tidak setuju (23,9 persen). Alasan mereka ragu-ragu dan tidak setuju PTM ialah kasus Covid-19 makin meningkat (74,9 persen).

"Lima alasan tertinggi, yang pertama 74,9 persen kasus Covid-19 semakin meningkat," ujar Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, dalam rilis hasil survei secara daring, Ahad (11/7).

Baca Juga

Alasan tertinggi lainnya yakni, siswa belum tuntas divaksinasi (21,4 persen), sekolah/madrasah berada di zona merah/oranye (17,1 persen), sekolah belum siap memenuhi fasilitas pendukung protokol kesehatan (7 persen), serta guru belum tuntas divaksinasi (2,7 persen). Para responden memilih lebih dari satu alasan di atas.

Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim meminta pemenuhan minimal empat indikator mutlak agar sekolah bisa memulai pembelajaran tatap muka. Pertama, tuntasnya vaksinasi Covid-19 bagi guru, tenaga kependidikan, dan siswa.

Kedua, sekolah sudah memenuhi semua Daftar Periksa kesiapan sekolah tatap muka, yang berisi 11 item yang dilanjutkan oleh asesmen kelayakan oleh pemerintah daerah. Ketiga, pemetaan pemerintah daerah terkait sebaran Covid-19 di daerahnya, termasuk angka positivity rate harus di bawah 5 persen sesuai rekomendasi WHO.

Keempat, izin dari orang tua siswa yang bersifat personal, bukan perwakilan organisasi Komite Sekolah. Sedangkan, bagi daerah di zona hijau dan memiliki banyak kendala pembelajaran jarak jauh atau online (akses internet, listrik, kepemilikan gawai) maka direkomendasikan melaksanakan PTM Terbatas, tentu dengan memenuhi syarat sesuai Buku Panduan PTM yang dibuat Kemendikbudristek dan Kementerian Agama.

Sekolah yang sudah siap PTM Terbatas, wajib melaksanakan dan mematuhi protokol kesehatan, mulai dari datangnya siswa sampai pulang. Sekolah wajib menyusun standar operasional prosedur.

"Jangan sampai ada pelanggaran, maka perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi dari Satgas Covid daerah," kata Satriwan.

Dia mengungkapkan, selama uji coba PTM Januari-Juni 2021, P2G menemukan banyak pelanggaran protokol kesehatan hampir di tiap daerah seperti Aceh, Kepulauan Riau, Padang, Bukittinggi, Padang Panjang, Berau, Tanjung Pinang, Kota Batam, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Blitar, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten Bima.

Protokol kesehatan yang dilanggar yakni tidak memakai masker dengan benar baik oleh siswa maupun guru. Jaga jarak juga tidak diterapkan saat sepulang sekolah, misal di angkutan umum dan siswa nongkrong, karena tak ada pengawasan dari satgas daerah.

"P2G menilai tidak ada sanksi yang tegas terkait implementasi SKB 4 Menteri," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement