Sabtu 10 Jul 2021 05:41 WIB

Kisah Pasien Meninggal di Pangkuan Suami sebab RS Penuh

Kokom Komariah meninggal dalam perjalanan taksi online mencari rumah sakit.

Rep: ayobandung.com/ Red: ayobandung.com
 PPKM Darurat: Pasien meninggal
PPKM Darurat: Pasien meninggal

CINAMBO, AYOBANDUNG.COM — Kematian kerabat memanglah misterius momennya. Ia datang kapan saja dan di mana saja. Seperti halnya yang dialami oleh Agus (58), warga Gang Andir Kidul, Kelurahan Pakemitan, Kecamatan Cinambo, Kota Bandung.

Agus harus rela ditinggal oleh sang istri tercinta, Kokom Komariah, yang meninggal di taksi online dalam perjalanan mencari rumah sakit pada Kamis, 8 Juli, 2021.

Kepada Ayobandung.com Agus bercerita, ketika itu istrinya dalam keadaan kritis dengan penyakit lambung dan sesak nafas yang dideritanya. Kokom membutuhkan penanganan medis secepatnya. 

Ia sempat membawa Kokom Komariah ke klinik terdekat di daerah Cijambe. Pihak klinik menyarankan untuk merujuk Kokom ke Rumah Sakit (RS) Hermina Arcamanik.

Ditolak oleh Dua Rumah Sakit Penuh

Sekitar pukul 11.00 siang, Agus memesan taksi online lewat ponsel anaknya. Tak lama berselang, taksi online yang dikemudikan oleh Bani tiba dan menunggu di Apotek Kimia Farma di Ujung Berung.

Agus yang membawa anaknya dan istrinya di dalam mobil Bani lantas bergegas langsung ke RS Hermina Arcamanik. Setibanya di sana, Agus dan anaknya mesti menunggu kabar sekira 30 menit.

"Anak saya turun dari mobil membawa berkas-berkas, tapi setengah jam kemudian ada kabar kalau RS Hermina tak bisa menerima pasien lantaran sudah penuh," ujar Agus ketika ditemui di kediamannya, Jumat, 9 Juli 2021.

Karena di RS Hermina penuh, maka ia langsung meminta kepada Bani, pengemudi taksi online itu untuk diantarkan ke RS Al Islam, yang beralamatkan di Jalan Soekarno-Hatta.

"Di RS Al Islam juga penuh, enggak menerima pasien," kata Agus.

Setelah tahu terdapat rumah sakit penuh sehingga tak bisa menerima pasien, lantas Agus menghubungi saudaranya untuk mencari rumah sakit lain. Ia mendapat kabar dari saudaranya bahwa RS Santosa Kebonjati, Bandung, masih bisa menerima pasien dan tersedia ruang rawatnya.

Saat itu adzan Dzhuhur berkumandang. Agus dihadapkan dengan waktu yang terus maju dan dengan penutupan jalan yang diberlakukan saat PPKM Darurat berlangsung. 

Untuk tiba di RS Santosa, Bani mengambil arah ke Jalan Gatot Subroto dan hendak menuju Jalan Kebonjati melalui Jalan Asia-Afrika. 

Seperti diketahui, penutupan jalan di masa PPKM Darurat di Kota Bandung saat ini berlaku tiga kali dalam sehari, dan Jalan Asia Afrika termasuk jalan yang ditutup.

Bani dan keluarga Agus pun muter-muter demi mencari alternatif jalan lain agar sampai di RS Santosa. Kokom Komariah yang berada di pangkuan Agus, tertidur pulas. Melihat keadaan yang masih mencari jalan, sang anak menanyakan kondisi ibunya.

"Saya tidak sadar (dengan situasi atas meninggalnya sang istri). Ya Allah, ternyata sampai sini istri saya, padahal, kan mau ke rumah sakit," ucap Agus.

Di tempat yang sama, sang anak juga menuturkan, jika pada saat ia dan ayahnya, Agus, membawa ibunya untuk dirujuk ke RS di dalam taksi online, Bani mengatakan bahwa mesti mencari jalan lain karena ada penutupan jalan.

"Kata supir taksi online-nya juga, ini mesti dilalui dengan jalan yang muter, soalnya Jalan Asia-Afrika menuju arah RS Santosa itu ditutup," katanya.

Setelah memastikan Kokom meninggal, Agus dan anaknya diantar pulang oleh Bani ke kediaman Agus. Agus sangat berterima kasih pada Bani. Tetapi ketika Agus akan memberikan upah sebagai jasa mengantarkannya, Bani enggan menerima pembayaran tersebut.

"Sama saya mau dikasih uang tuh pengemudinya enggan menerima. Mudah-mudahan diganti yang lebih oleh Allah," kata Agus.

Agus menuturkan, sang istri menderita penyakit yang sama seperti yang ia derita, yakni penyakit lambung. Bahkan, Agus dan istri mesti istirahat selama beberapa hari dari aktivitas berjualan.

Namun, Agus mengaku kembali bugar setelah beristirahat selama lima hari. Sedangkan istrinya yang mengalami sesak nafas harus bersitirahat lebih lama dengan kondisinya yang semakin lemah.

Namun, berbeda dengan kondisinya, masa istirahat Agus lima hari, sedangkan sang istri yang alami sesak nafas, harus beristirahat lebih lama. Bahkan dari hari ke hari kondisinya semakin lemah.

"Ada penyakit lambung, sama sesak nafas sedikit," jelasnya.

Sempat Ditolak Warga Sekitar

Setelah jenazah istri tiba di rumah duka, Agus menghubungi pengurus wilayah dan ustaz setempat untuk membantu mengurusi jenazah.

Namun, dinamika terjadi. Warga sekitar tak ada satu pun yang melayat bahkan membantu karena ada khawatir jika Kokom meninggal karena Covid-19.

Agus lantas menunjukkan surat rujukan dari klinik di daerah Cijambe terkait kondisi kesehatan dan penyakit yang dialami oleh istrinya. Setelah tahu itu, warga pun berdatangan untuk membantu.

"Setelah saya tunjukkan surat rujukan, akhirnya pihak RT, RW dan pak ustaz datang ke sini untuk mengurusi jenazah almarhumah," ucapnya.

Jenazah Kokom Komariah dibawa ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nagrog di Pasirjati, Ujungberung untuk dimakamkan. Ketika itu, waktu pelaksanaan pemakanan selepas Ashar.

"Kami sudah merelakan kepergian istri saya, karena yang bernyawa pasti akan meninggal. Memang sudah waktunya Allah memanggil istri saya," ujar Agus.

Dia berharap kejadia yang dialaminya itu bisa menjadi perhatian bagi pemerintah untuk membuat kebijakan penutupan jalan dengan memperhatikan kondisi masyarakat.

"Apalagi kalau yang jalan itu dalam kondisi darurat. Situasi ini cukup istri dan keluarga saya saja, jangan ada korban lainnya, mohon menjadi perhatian bagi pemerintah," pungkasnya. [*]

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement