Rabu 07 Jul 2021 18:10 WIB

Lebanon Kesulitan Kelola Tanah yang Subur

Sektor pertanian Lebanon telah kekurangan dana dan terbelakang selama bertahun-tahun

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Seorang pedagang memajang sayuran untuk persiapan Ramadhan di sebuah pasar di Beirut, Lebanon, Senin, 12 April 2021.
Foto: AP/Hassan Ammar
Seorang pedagang memajang sayuran untuk persiapan Ramadhan di sebuah pasar di Beirut, Lebanon, Senin, 12 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Warga Lebanon harus menghadapi kondisi yang berat hanya untuk mengisi perut ketika negara terkena krisis yang tidak kunjung berakhir. Tanah yang subur pun tidak ternyata tidak menjadi jaminan karena tata kelola yang tidak maksimal.

Negara ini memiliki proporsi tertinggi sebagai tanah subur di dunia Arab dengan lebih dari 200.000 hektare. Akan tetapi sektor pertanian Lebanon telah kekurangan dana dan terbelakang selama bertahun-tahun, terhalang oleh kurangnya peralatan modern dan teknik produksi yang tidak efisien.

Baca Juga

Petani Lebanon bahkan tidak dapat menutupi biaya operasi sendiri dan pemerintah lumpuh oleh kebuntuan politik. Mereka saat ini hanya berhadap dari bantuan lembaga internasional seperti Anera.

"Saya pikir Lebanon adalah negara kaya yang belum dikembangkan secara maksimal dan bukan hanya di sektor pertanian. Dengan tata kelola yang buruk yang kami miliki alih-alih mengoptimalkan sumber daya kami berkali-kali, kami mengurangi [mereka]," ujar direktur negara Anera di Lebanon, Samar El Yassir, dilansir Aljazirah pada Rabu (7/7).

Yassir menyatakan intervensi lembaga itu berada di akar rumput, tingkat masyarakat dan bukan tingkat kebijakan. "Tidak ada pemerintah yang bisa dipengaruhi. Kami mencoba menemukan cara untuk membangun ketahanan dan mempertahankan komunitas ini melalui krisis ini," ujarnya.

Pada masa yang lebih baik, beberapa petani Lebanon mendapat untung besar dengan menjual produk ke pasar luar negeri. Namun, ini telah menyebabkan sistem pengembalian yang semakin berkurang karena pasar tersebut menjadi tidak dapat diakses.

Arab Saudi menangguhkan semua impor buah dan sayuran Lebanon pada April. Keputusan ini diambil setelah pengiriman buah delima dari negara itu ditemukan telah digunakan untuk menyelundupkan jutaan pil Captagon ke kerajaan, memotong aliran pendapatan penting dan menodai citra produk Lebanon secara internasional.

"Lebanon menumbuhkan produk berkualitas yang dijual dengan harga tinggi di kawasan Teluk,” kata manajer komunikasi dan penjangkauan Anera, Serene Dardari.

Hanya saja, menurut Dardari, dukungan infrastruktur dan teknologi lemah atau tidak ada. Pasokan air selalu kurang karena kurangnya bendungan, yang sebaliknya akan memungkinkan penggunaan kelebihan air hujan untuk irigasi dan fungsi lainnya. Padahal Lebanon memiliki tingkat curah hujan tertinggi di wilayah tersebut.

Contoh saja distrik Akkar pesisir Lebanon, salah satu daerah paling subur di negara itu. Anera telah menyediakan peralatan dan bantuan teknis kepada para petani serta benih dan pestisida berkualitas tinggi.

Penyediaan bahan dan alat ini pun didukung dengan pekerja pertanian, banyak di antaranya adalah migran Suriah. Hal ini kemudian memungkinkan petani untuk memperluas lahan pertanian mereka dan membangun rumah kaca plastik baru dan sistem pipa irigasi yang juga disediakan oleh Anera.

“Gagasan pendorong di balik ini adalah untuk mengajari seseorang cara memancing daripada memberinya ikan. Dengan meningkatkan kapasitas petani, serta kuantitas dan kualitas hasil panen mereka, kami berusaha meminimalkan ketergantungan mereka pada bantuan," ujar Dardari.

Dengan skema ini, lembaga bantuan berharap dapat memberikan model bagi industri pertanian yang lebih produktif dan menguntungkan. Hal ini akan memungkinkan Anera serta organisasi lain dan komunitas lokal  untuk lebih mengembangkan untuk masa depan dengan pendekatan yang dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement