Rabu 07 Jul 2021 17:41 WIB

Tips Sedehana Hindari Serangan Siber

Pastikan untuk tidak mengeklik tautan email mencurigakan.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Serangan siber (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan siber terhadap perusahaan besar dan kecil, maupun perseorangan masih kerap terjadi. Lantas, apa yang bisa Anda lakukan untuk melindungi diri sendiri? 

Pakar Keuangan, Steven Schiestel, punya jawabannya. "Salah satu kunci utama adalah kata sandi yang kuat," kata Schiestel seperti dilansir di laman WLNS, baru-baru ini.

Dia mengingatkan untuk tidak sepenuhnya memasukkan nama depan, nama belakang, nama anak, alamat, ulang tahun ke dalam kata sandi. "Lebih baik gunakan sesuatu yang unik, termasuk huruf besar dan kecil, angka, dan jenis simbol unik," kata Schiestel. 

Setelah mengatur kata sandi ini, Anda harus menuliskannya di tempat lain. Simpanlah dengan aman dan terjamin. Jangan menaruhnya di catatan tempel di meja kerja.

Hal kedua yang harus dilakukan adalah memiliki autentikasi ganda untuk situs web. "Setelah memasukkan nama pengguna dan kata sandi ke situs web, maka situs web akan mengirim ke ponsel melalui teks atau email dan kode unik yang dapat dimasukkan," kata Schiestel.

Kunci lain adalah menjaga semua perangkat lunak operasi Anda diperbarui. “Baik itu di ponsel atau tablet atau desktop, penyedia sistem operasi akan sering mengirimkan pembaruan dan menyertakan pembaruan tersebut, mungkin patch untuk tujuan keamanan. Jadi, buat semuanya se-update mungkin," kata Schiestel.

Pastikan juga untuk tidak mengeklik tautan email mencurigakan yang muncul secara tiba-tiba. "Sering kali email ini terlihat cukup mencurigakan sehingga tampaknya cukup jelas di mana Anda baru saja akan menghapusnya, tapi para penjahat menjadi sangat kreatif," kata Schiestel.

Terakhir, penting untuk menghindari skema phishing. "Di sinilah ada cerita di mana mereka meminta Anda melakukan sesuatu. Garis pertahanan terbaik adalah jika tampaknya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, atau ceritanya tampak terlalu keterlaluan, mungkin memang demikian," kata Schiestel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement