Rabu 07 Jul 2021 14:32 WIB

PBB: Situasi Myanmar Jadi Bencana HAM Multidimensi

PBB memuji warga sipil Myanmar yang telah berani bersuara dan melawan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Demonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar 1 Juli 2021,
Foto: Reuters
Demonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar 1 Juli 2021,

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet mengatakan situasi di Myanmar telah menjadi bencana HAM multidimensi. Dia memuji warga sipil yang telah berani bersuara dan melawan sejak militer melakukan kudeta pada Februari lalu.

 

Baca Juga

“Orang-orang di seluruh negeri melanjutkan protes damai meskipun penggunaan kekuatan mematikan secara besar-besaran terhadap mereka, termasuk persenjataan berat. Gerakan pembangkangan sipil telah membuat banyak struktur pemerintah yang dikendalikan militer terhenti,” kata Bachelet pada Selasa (6/7).

Pada saat yang sama, kata Bachelet menerangkan, rakyat Myanmar telah menunjukkan ketahanan luar biasa dalam mengorganisasi solidaritas serta dukungan timbal balik. Bachelet mengatakan, komunitas internasional harus terus menekan militer untuk mendukung warga sipil.

“Adalah kewajiban masyarakat internasional untuk bersatu dalam menekan militer guna menghentikan serangan yang terus berlanjut terhadap rakyat Myanmar dan mengembalikan negara itu ke demokrasi, yang mencerminkan keinginan yang jelas dari rakyat,” ujar Bachelet.

 

Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

 

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

 

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari 850 orang dilaporkan telah tewas di tangan militer. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement