Rabu 07 Jul 2021 08:48 WIB

Enam Strategi OJK Jaga Stabilitas Keuangan Saat PPKM Darurat

Salah satu strategi OJK jaga stabilitas adalah percepatan vaksinasi pelaku SJK.

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersiapkan beberapa kebijakan strategis untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas sistem keuangan (SSK).
Foto: Antara/Humas OJK
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersiapkan beberapa kebijakan strategis untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas sistem keuangan (SSK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersiapkan beberapa kebijakan strategis untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas sistem keuangan (SSK). Pertama, mengawal pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat khususnya peran sektor jasa keuangan sebagai sektor esensial.

"Operasi terbatas SJK dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat serta memaksimalkan teknologi online atau digital, pegawai SJK (sektor jasa keuangan) yang melakukan work from home (WFH) diminta tetap tinggal di rumah dan menghindari mobilitas yang tidak perlu, dan membuka jalur komunikasi dengan nasabah atau debitur, khususnya pada sektor-sektor yang terdampak kebijakan PPKM Darurat," ujar Ketua Dewan Komisioner, OJK Wimboh Santoso, dalam keterangan resmi seperti dikutip Rabu (7/7).

Kedua, Wimboh menyatakan akan mempercepat implementasi program vaksinasi, mencakup vaksinasi massal yang menyasar pelaku SJK dan masyarakat sampai Juli 2021 dengan target minimal 335 ribu orang, serta mendorong pendirian sentra vaksinasi oleh lembaga keuangan terhadap vaksinasi pegawai dan konsumen, juga mempercepat vaksinasi pelaku SJK di daerah.

Ketiga, percepatan belanja pemerintah pusat dan daerah sebagai kebijakan dari sisi fiskal untuk mempertahankan demand dan tingkat konsumsi masyarakat di tengah disparitas pemulihan sektoral. Keempat, akselerasi hilirisasi ekonomi dan keuangan digital dengan mewaspadai cyber risk.

Kelima, meningkatkan penetrasi layanan keuangan dan pendalaman pasar keuangan untuk menjaga stabilitas secara berkelanjutan. Menurut Wimboh, hal ini perlu dilakukan karena rasio aset industri jasa keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB) dan rasio kredit terhadap PDB Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara lain.

Terakhir, mendorong berkembangnya sustainable finance untuk membiayai sustainable economic recovery dan mitigasi climate-related risk yang diwujudkan melalui inisiatif pengembangan taksonomi hijau dengan tujuan mengklasifikasikan aktivitas pembiayaan dan investasi berkelanjutan di Indonesia.

Kemudian pengembangan kerangka manajemen risiko untuk industri dan pedoman pengawasan berbasis risiko bagi pengawas untuk menerapkan climate-related financial risk. Berikutnya inovasi produk dan layanan keuangan berkelanjutan oleh lembaga jasa keuangan. Terakhir serta meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh pemangku kepentingan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement