Selasa 06 Jul 2021 07:19 WIB

Revisi UU Otsus Seharusnya Akomodasi Akar Masalah di Papua

Salah satu persoalan mendasar di Papua, yaitu masalah pelanggaran HAM.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Pansus Papua Yorrys Raweyai
Foto: Antara/Galih Pradipta
Anggota Pansus Papua Yorrys Raweyai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Pansus Papua, Yorrys Raweyai, mengatakan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Otsus Papua tidak hanya menyasar tentang klaster Keuangan dan Pemekaran. Yorrys memandang hal tersebut tidak cukup merespons akar-akar masalah yang ada di Papua. Menurutnya, pembahasan Revisi UU Otonomi Papua seharusnya mengakomodasi akar-akar masalah yang selama ini dipersoalkan. 

"Saat ini persoalan-persoalan yang mengemuka tentang kewenangan politik, khususnya Politik Lokal, Pemilihan Kepala Daerah dan afirmasi terhadap Orang Asli Papua dan Hak-hak Asasi Manusia, dipandang sebagai persoalan krusial. Seharusnya poin-poin itu dijadikan pertimbangan dan dielaborasi kembali untuk dimasukkan dalam pasal-pasal di luar cluster yang diajukan Pemerintah," kata Yorrys, Senin (5/7). 

Baca Juga

Ia mengatakan, pembahasan Revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua cenderung kejar tayang. Namun, Yorrys menilai alangkah bijaknya jika kecenderungan itu tidak dijadikan nilai tawar untuk mengakomodasi persoalan. 

Apalagi, Yorrys menambahkan, Revisi UU Otonomi Khusus Papua diharapkan sebagai jawaban bagi persoalan yang berlangsung selama ini selama 20 tahun. "Jika memang akan menjadi kado ulang tahun RI ke-76 pada Agustus 2021 harus betul-betul memberikan jawaban komprehensif, bukan jawaban parsial. Jika tidak, kita memerlukan strategi baru dalam merespons dinamika persoalan Papua," ucapnya.

photo
Anggota DPD RI Filep Wamafma  - (Republika/Ronggo Astungkoro)

Anggota DPD RI, Filep Wamafma, mengatakan ide dasar lahirnya UU Otsus bagi Papua adalah untuk menjawab persoalan yang ada di Papua. Menurutnya, jika pasal yang dibahas saat ini tidak bisa menyelesaikan persoalan di Papua maka revisi UU Otsus Papua tidak ada gunanya.

Filep mengatakan salah satu persoalan mendasar, yaitu masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang selama ini dianggap terbengkalai. Karena itu, Filep menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perlu untuk dipelajari secara mendalam sehingga tidak menjadi dasar peniadaan pasal krusial dalam UU Otsus.

"Saya pikir ini hal-hal krusial yang setiap saat disuarakan baik kami sebagai wakil-wakil rakyat maupun oleh tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh aktivis di daerah yang selalu memperjuangkan hal ini," tuturnya.

"Saya berharap kita harus melihat lahirnya undang-undang ini adalah untuk menjawab masalah, untuk menjawab masalah yang hakiki yang mendasar saat ini di tanah Papua, itu yang paling penting menurut saya," imbuhnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement