Senin 05 Jul 2021 06:44 WIB

Ditahan tanpa Dakwaan, Tahanan Palestina Mogok Makan 61 Hari

Tahanan Palestina mogok makan terbuka sebagai cara memprotes penahanan administratif.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Ditahan tanpa Dakwaan, Tahanan Palestina Mogok Makan 61 Hari. Penjara Israel (ilustrasi)
Foto: EPA/Oliver Weiken
Ditahan tanpa Dakwaan, Tahanan Palestina Mogok Makan 61 Hari. Penjara Israel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Tahanan Palestina di penjara Israel, Ghadanfar Abu Atwan, melanjutkan mogok makan di ke-61, Ahad (4/7). Menurut Komisi Urusan Mantan Tahanan Palestina, tindakan itu dilakukannya sebagai protes atas penahanannya yang tidak adil tanpa dakwaan atau pengadilan.

Dilansir di Wafa, Juru Bicara komisi Hassan Abed-Rabbu mengatakan Abu Atwan menderita kekurangan jumlah cairan parah dalam tubuhnya yang membahayakan fungsi organ vital di tubuhnya, termasuk jantung dan ginjal.  Dia juga mengalami kelelahan dan sakit kepala permanen karena menolak menerima suplemen nutrisi apa pun.

Baca Juga

Abu Atwan disebutnya juga telah kehilangan lebih dari 15 kilogram berat badan dan menderita takikardia, selain ketidakmampuan berbicara dan bergerak. Dia juga mengalami tekanan psikologis dan saraf sebagai akibat dari memburuknya kesehatannya.

Sebelumnya, pada 10 Juni, Mahkamah Agung Israel menolak untuk kedua kalinya petisi Abu Atwan mengenai penghapusan penahanan administratifnya. Abu Atwan lalu menolak pemeriksaan medis dan perawatan oleh otoritas penjara Israel.

 

Praktik penahanan administratif Israel yang dikutuk secara luas memungkinkan penahanan warga Palestina tanpa tuduhan atau persidangan untuk jangka waktu antara tiga hingga enam bulan. Berdasarkan bukti yang didapatkan, bahkan pengacara tahanan dilarang menonton persidangan.

Amnesty International menggambarkan, penggunaan penahanan administratif oleh Israel sebagai "taktik rusak" dan telah lama meminta Israel mengakhiri penggunaannya. Tahanan Palestina terus-menerus menggunakan mogok makan terbuka sebagai cara memprotes penahanan administratif ilegal mereka dan menuntut diakhirinya kebijakan ini yang melanggar hukum internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement