Sabtu 03 Jul 2021 11:55 WIB

Pertumbuhan Kredit -1,28 Persen Ditopang KPR dan UMKM

Peningkatan pertumbuhan KPR, sejalan pertumbuhan penjualan properti.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ferry kisihandi
Pekerja melanjutkan pekerjaan pembangunan rumah di kawasan perumahan KPR bersubsidi Ulu Gadut, Padang, Sumatra Barat, Selasa (1/6) lalu.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Pekerja melanjutkan pekerjaan pembangunan rumah di kawasan perumahan KPR bersubsidi Ulu Gadut, Padang, Sumatra Barat, Selasa (1/6) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyatakan, intermediasi perbankan menunjukkan perbaikan. Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial, Juda Agung mengatakan, kontraksi pertumbuhan kredit telah menurun, tercatat sebesar -1,28 persen (yoy) pada Mei 2021.

"Pertumbuhan kredit mulai menunjukkan perbaikan, terutama segmen konsumer dan UMKM," katanya, Jumat (2/7).

Kredit Konsumsi dan UMKM mulai tumbuh positif masing-masing sebesar 1,39 persen (yoy) dan 1,70 persen (yoy). Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menunjukkan pertumbuhan tinggi sebesar 6,61 persen (yoy).

Peningkatan pertumbuhan KPR, sejalan pertumbuhan penjualan properti, yang didorong kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) Kredit Properti dari Bank Indonesia, penurunan suku bunga KPR, serta insentif pajak oleh Pemerintah. Sejalan dengan kenaikan kasus Covid-19 sejak pertengahan Juni 2021, maka kinerja korporasi dan rumah tangga senantiasa dicermati.

Juda mengatakan, permintaan kredit sektor rumah tangga memang cukup meningkat dan jadi penopang. Selain KPR yang didorong kredit rumah tipe menengah, kredit kendaraan bermotor juga mengalami peningkatan sejalan dengan membaiknya kinerja penjualan korporasi dan kondisi pasar tenaga kerja.

"Dilihat dari survei permintaan kredit rumah tangga juga diperkirakan ada peningkatan pada tiga-enam bulan mendatang untuk KPR dan KKB," katanya.

Kredit UMKM juga tumbuh positif, dilihat dari pertumbuhan secara tahunan sebesar 1,7 persen sejalan dengan membaiknya aktivitas bisnis UMKM. Kredit UMKM melesat pesat khususnya di sektor usaha kecil yang sebesar 13,31 persen dan menengah 8,58 persen.

Juda mengatakan, BI terus berupaya mendorong pertumbuhan kredit dari sisi makroprudensial. Seperti salah satunya juga dengan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan yang mendorong penurunan biaya dana, sejalan dengan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).

SBDK pada April 2021, menurun sebesar 177 bps sejak April 2020 menjadi 8,87 persen pada April 2021. Ini juga salah satu upaya mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen baik korporasi maupun individu guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan.

"SBDK ini bisa dipantau terus di website perbankan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar masyarakat bisa melihatnya, bank yang lebih kompetitif," katanya.

Ke depan, Juda mengatakan, kebijakan makroprudensial tetap akomodatif melalui fokus tiga kebijakan utama. Pertama, mendorong pemulihan intermediasi dan ekonomi. Yakni melalui terus memonitor dan mengevaluasi kebijakan eksisting terkait penurunan Loan To Value (LTV) Kredit Properti, Uang Muka Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan memperkuat kebijakan transparansi SBDK perbankan untuk meningkatkan efektivitas transmisi suku bunga kebijakan.

Kedua, menjaga kecukupan likuiditas perbankan, dengan terus memonitor dan mengevaluasi kebijakan eksisting terkait Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), dan Counter Cyclical Buffer (CCB). Ketiga, mendorong akses keuangan bagi UMKM dan sektor inklusif lainnya.

Selain itu, Bank Indonesia memperkuat dukungan kebijakan makroprudensial dan koordinasi kebijakan antarotoritas untuk sektor prioritas serta mendorong tindak lanjut Paket Kebijakan Terpadu KSSK untuk pembiayaan dunia usaha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement