Jumat 02 Jul 2021 13:15 WIB

Ghufron: KPK Terbuka Terhadap Kritik Publik

Kritik merupakan sebuah dukungan agar KPK dapat bekerja lebih baik lagi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengaku, kalau lembaga antirasuah terbuka terhadap kritik dan saran dari setiap elemen masyarakat. Dia mengatakan, kritik merupakan sebuah dukungan agar KPK dapat bekerja lebih baik lagi.

"Karena kami sadari bahwa kritik adalah bagian dari perhatian dan komitmen dukungan publik pada upaya pemberantasan korupsi yang diamanatkan kepada KPK," kata Nurul Ghufron dalam keterangan, Jumat (2/7).

Hal tersebut dia ungkapkan guna menanggapi kritik dan masukan dari teman-teman mahasiswa kepada KPK. Namun, dia berharap, mahasiswa sebagai bagian dari insan akademisi bisa memberikan ide, saran, dan gagasan pemberantasan korupsi secara lebih komperehensif dan ilmiah.

"Sehingga bisa mengaktualisasikan ilmu dan pengetahuannya agar memberi sumbangsih yang lebih nyata bagi perbaikan bangsa," katanya.

Dia mengatakan, KPK mengajak para insan akademisi agar bisa menyampaikan gagasan-gagasan ilmiahnya melalui Jurnal INTEGRITAS. Jurnal tersebut adalah kumpulan pemikiran dan penelitian ilmiah untuk saling berbagi dan belajar seputar isu pemberantasan korupsi. Jurnal ini dapat diakses secara bebas melalui http://jurnal.kpk.go.id.

Sebelumnya, BEM UI melalui akun Twitter @BEMUI_Official melayangkan kritik terhadap Ketua KPK, Firli Bahuri. Dalam unggahannya, BEM UI menjabarkan delapan hal yang mereka sebut 'gagasan dan prestasi' komisaris Jendral Polisi itu selama memimpin KPK.

Di antaranya, kebocoran 26 data operasi tangkap tangan (OTT) ketika Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada 2018-2019, melakukan pertemuan dengan eks Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi pada 2018, padahal saat itu KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi PT Newmont di NTB.

Kemudian, pemberhentian penyelidikan 36 kasus, plesiran menggunakan helikopter, tidak memberikan izin pemeriksaan dan penggeledahan terhadap dua politisi dalam kasus suap Bansos Covid-19, menjemput langsung saksi suatu kasus dugaan korupsi, unjuk kebolehan memasak nasi goreng, serta menonaktifkan 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement