Jumat 02 Jul 2021 03:54 WIB

Krisis Lebanon, Wanita Sampai tak Mampu Beli Pembalut

Puluhan ribu wanita Lebanon saat ini berada dalam jurang putus asa.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Krisis Lebanon, Wanita Sampai tak Mampu Beli Pembalut (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Maya Alleruzzo
Krisis Lebanon, Wanita Sampai tak Mampu Beli Pembalut (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BEIRUT -– Dengan melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok di Lebanon yang dilanda krisis, tak sedikit wanita di negara tersebut yang tak mampu membeli pembalut. Menyiasati hal tersebut, mereka menyiasatinya dengan membuat pembalut dari popok bayi secara mandiri.

“Dengan semua kenaikan harga dan rasa frustrasi, saya lebih suka berhenti mengalami menstruasi sama sekali,” kata salah seorang wanita berusia 28 tahun, Sherine, dilansir di Arab News, Kamis (1/7).

Harga pembalut menstruasi di Lebanon, yang sebagian besar diimpor, telah meningkat hampir 500 persen sejak dimulainya krisis keuangan yang oleh Bank Dunia disebut sebagai salah satu yang terburuk di dunia sejak tahun 1850-an.

Paket handuk sanitasi di negara tersebut saat ini berkisar antara 13 ribu dan 35 ribu pound Lebanon, atau sekitar 8,60 dolar AS hingga 23 dolar AS. Sebelum krisis ekonomi melanda, harga pembalut berada di angka rerata 3.000 pound atau sekitar 2 dolar AS.

Dengan lebih dari separuh populasi hidup dalam kemiskinan, puluhan ribu wanita Lebanon saat ini berada dalam jurang putus asa mencari alternatif yang terjangkau. Sherine awalnya beralih ke pembalut murah yang dapat menyebabkan iritasi kulit, tetapi bahkan pembalut jenis itu menjadi terlalu mahal saat ini.

“Saat ini, saya menggunakan handuk dan potongan kain,” kata dia.

Alih-alih memikirkan kebutuhan pembalut untuk dirinya, Sherine justru lebih mengutamakan kebutuhan membeli susu untuk anaknya. Pound Lebanon telah kehilangan lebih dari 90 persen nilainya terhadap dolar di pasar gelap sejak musim gugur 2019, dan pendapatan gaji Lebanon dalam mata uang lokal telah melihat daya beli mereka anjlok.

Pemerintah Lebanon sebelumnya telah mensubsidi barang-barang penting termasuk obat-obatan, bahan bakar, dan tepung untuk meringankan pukulan ekonomi namun mereka gagal dan mendapat kecaman karena gagal memasukkan pembalut dalam daftarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement