Kamis 01 Jul 2021 20:50 WIB

Muhammadiyah: Dana Kurban Bisa Dialihkan ke Warga tak Mampu

Dana kurban menurut Muhammadiyah bisa dialihkan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
Muhammadiyah: Dana Kurban Bisa Dialihkan ke Warga tidak Mampu Terdampak Covid. Foto:   Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Muhammadiyah: Dana Kurban Bisa Dialihkan ke Warga tidak Mampu Terdampak Covid. Foto: Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Menyambut Idul Adha 1442 Hijriah, Muhammadiyah berpandangan kalau dana untuk pengadaan hewan kurban dialihkan untuk membantu warga tidak mampu yang terdampak covid. Apalagi, kondisi saat ini banyak masyarakat yang terpapar covid.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar menilai, kondisi ini sangat berat dirasakan mereka yang masuk golongan ekonomi lemah. Misal, mereka yang berdagang karena ada keluarga yang terkena covid kini tidak bisa berjualan.

Baca Juga

"Mereka ini sangat perlu santunan karena tidak ada pemasukan sama sekali," kata Syamsul melalui rilis yang diterima Republika, Kamis (1/7).

Ia menilai, ketika ada kondisi seperti itu dibutuhkan kepekaan nurani, dan dalam Alquran sendiri kita sudah diperintahkan untuk menyantuni fakir miskin. Sebab, agama tidak sekadar dilaksanakan secara harfiyah, tapi juga pikiran rasional.

Syamsul juga menjelaskan Manhaj Tarjih yang dianut Muhammadiyah sebagai metode menyelesaikan permasalahan-permasalahan bidang keagamaan khususnya. Bersumber kepada Alquran dan Sunnah dan melalui pendekatan Burhani, Bayani dan Irfani.

Pendekatan Bayani melihat masalah agama dari segi dalil-dalil syar'i, pendekatan Burhani melihat dari teori-teori ilmu pengetahuan dan Irfani melihat dari kepekaan nurani. Melalui pendekatan itu Muhammadiyah menganjurkan mengalihkan dana kurban.

"Guna membantu warga tidak mampu yang terdampak covid," ujar Syamsul.

Ia mengingatkan, tujuan beragama seperti yang tertuang dalam ayat 107 Surat Al Anbiya, Nabi Muhammad tidak diutus kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam. Jadi, Allah SWT mengutus Rasul membawa syariat untuk mewujudkan kemaslahatan semesta.

Untuk itu, dibanding menyembelih 25 ekor sapi yang habis tiga hari, akan lebih bermanfaat jika kita membantu mereka yang sekarang banyak mengalami kesukaran. Menurut Syamsul, itu harus bisa dipertimbangkan menggunakan kepekaan nurani.

Selain itu, ada prinsip-prinsip dalam beragama seperti kemudahan, kemampuan, tidak menimbulkan mudarat dan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad. Hukum juga bisa berubah sesuai kaidah dan tidak diingkari terjadi karena perubahan zaman dan tempat.

"Kapan hukum itu berubah? Bila terpenuhi empat syarat, satu tuntutan kemaslahatan untuk berubah, hukum itu tidak mengenai pokok ibadah mahdoh, tidak bersifat qat'i dan harus berlandaskan suatu dalil syar'i juga," kata Syamsul.

Terkait Shalat Idul Adha, karena kondisi terkini perkembangan pandemi Majelis Tarjih akan mengeluarkan fatwa 2-3 hari mendatang. Tahun lalu, Shalat Idul Fitri tidak direkomendasikan di lapangan atau di masjid, jadi di rumah masing-masing.

Syamsul menegaskan, fatwa itu karena pertimbangan dan argumentasi yang sudah disampaikan agama sebuah kemudahan dan melaksanakan agama tidak menimbulkan mudarat. Serta, Shalat Idul Adha di rumah tidak dimaksud mengadakan ibadah baru.

"Karena shalat yang dilakukan tetap sama seperti yang dituntunkan Nabi Muhammad SAW," ujar Syamsul. (Wahyu Suryana)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement