Rabu 30 Jun 2021 19:36 WIB

Investasi di Pasar Obligasi Apa Masih Menjanjikan?

Valuasi obligasi Indonesia masih menarik.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Dwi Murdaningsih
Surat berharga negara
Foto: Tim infografis Republika
Surat berharga negara

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Investasi di pasar obligasi dinilai masih akan positif pada tahun ini. Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, mengatakan kinerja pasar obligasi yang menjanjikan tersebut didukung oleh sejumlah faktor, diantaranya likuiditas yang masih tinggi dan suku bunga rendah yang kemungkinan masih berlanjut.

“Melimpahnya likuiditas domestik tercermin dari masih rendahnya Loan to Deposit Rasio Perbankan yang mendorong suku bunga deposito terus turun, dan trend volatilitas inflasi yang juga semakin turun dalam 10 tahun terakhir,” kata Handy, Selasa (29/6).

Baca Juga

Selain itu, Handy menambahkan, kinerja pasar obligasi yang positif juga didukung oleh valuasi obligasi Indonesia masih menarik. Jika dibandingkan dengan pasar berkembang lainnya, Indonesia memberikan risiko yang relatif rendah dengan ekspektasi return yang cukup tinggi.

Adapun Negara berkembang yang memiliki posisi cukup berisiko antara lain Turki, Rumania, dan Hungaria. Sementara jika dilihat dari pola historis, berdasarkan perkembangan UST yield, BI rate, Credit default swap (CDS) dan Rupiah, bond yield Indonesia juga masih dibawah fair value-nya.

Handy melihat potensi bond yield untuk turun dari level saat ini masih terbuka. Di sisi lain, menurut Handy, risiko ketersediaan obligasi ke depannya akan berkurang. Sejak awal tahun, pemerintah sudah berhasil menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp687,3 triliun atau hampir 45 persen dari target sepanjang tahun ini. Handy memperkirakan pemerintah masih perlu menerbitkan obligasi sebesar Rp 858 triliun.

“Kami masih melihat supply risk ini masih manageable, karena dukungan domestik masih sangat kuat, terutama perbankan yang sudah mencatatkan total pembelian Rp 254 triliun atau 50,1 persen dari total issuances disusul oleh Bank Indonesia dan lembaga keuangan nonperbankan yang tercatat net buy Rp 120,1 triliun dan Rp 97,1 triliun ytd,” ucap Handy. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement