Senin 28 Jun 2021 23:58 WIB

Kak Seto: Pendidikan Seksual Dilakukan Sejak Balita

Psikolog: Pendidikan Seksual Dilakukan Sejak Balita

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Kak Seto: Pendidikan Seksual Dilakukan Sejak Balita. Foto: Kak Seto
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kak Seto: Pendidikan Seksual Dilakukan Sejak Balita. Foto: Kak Seto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Psikolog Anak sekaligus Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan pendidikan seksual harus diberikan pada anak sedini mungkin oleh orang tua. Sejak balita anak harus dikenalkan organ tubuhnya.

“Kalau bicara pendidikan seksual, mulai dikenalkan sejak balita, saat anak sudah bisa bicara,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto kepada Republika, Senin (28/6).

Baca Juga

Dia menjelaskan ada beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak. Pertama, kenalkan jenis kelamin anak. “Misalnya kamu laki-laki sama seperti ayah atau kakek. Kalau adik kamu perempuan sama seperti bunda dan nenek. Anak harus tahu jenis kelaminnya,” ujar dia.

Kedua, mengenal nama organ tubuh. Kerap kali, orang tua di Indonesia tidak mengenalkan nama alat kelaminnya. “Saat anak belajar organ tubuh dari kelapa, ini kepala, leher, dada, perut, saat bagian alat kelamin dilewat. Ini tidak boleh,” tuturnya.

Selain itu, orang tua juga tidak boleh menyebut nama alat kelamin yang nantinya akan membuat anak bingung. Misal, menyebut penis dengan sebuatan burung.

Kak Seto menganjurkan untuk menggunakan istilah kedokteran. Contohnya penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan. “Kalau anak mengeluh misalnya vaginanya sakit, ini kan jelas. Ini sama seperti ‘Ma perutku sakit,” tambah dia.

Saat anak sudah tahu nama alat kelaminnya, pemahaman ini bisa digunakan untuk menjelaskan pentingnya menjaga alat kelamin yang terdiri dari menjaga kebersihan, keamanan, dan kesehatan. Menjaga kebersihan bisa dijelaskan dengan cara merawat organ tubuh atau membersihkannya setelah buang air besar atau besar.

Untuk keamanan, orang tua memberi tahu bahwa alat kelamin merupakan organ yang harus dilindungi sehingga tidak ada yang boleh memegang. Terakhir, untuk kebersihan, anak diingatkan untuk tidak sembarangan memegang alat kelaminnya karena tangan yang kotor.

“Dari balita, anak laki-laki dan perempuan harus tahu tentang organ tubuh yang patut dilindungi. Anak juga diajarkan untuk berani mengatakan tidak jika ada seseorang yang mencoba memegangnya. Ini untuk menghindari kekerasan seksual yang terjadi pada anak usia dini,” ucap dia.

Lebih lanjut Kak Seto mengatakan jika anak sudah beranjak remaja, pendidikan seksual tetap diberikan melalui diskusi. Kalau anak tersebut laki-laki, adanya peran ayah bisa menjadi lebih baik. Mereka bisa menjelaskan soal bahaya jika organ tubuh itu disalahgunakan, misalnya kehamilan yang tidak diinginkan.

Ditambah adanya penjelasan pendidikan seksual dari sudut agama. Jika anak sudah paham semuanya, pemikirannya akan terbuka dan tidak melakukan berbagai penyimpangan seperti hubungan seks yang belum saatnya dilakukan.

Ada baiknya juga anak diarahkan ke kegiatan positif untuk memenuhi dorongan biologisnya. “Orang tua bisa mengarahkan pemenuhan dorongan biologis anak ke kegiatan positif lain, bisa berupa dunia olahraga atau seni sehingga dorongan itu tidak disalurkan secara liar,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement