Rabu 23 Jun 2021 19:47 WIB

Pasien Covid-19 di Garut Meninggal tanpa Mendapat Perawatan

Awalnya pasien merasa tak punya gejala, namun kemudian sesak nafas dan meninggal.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas membawa peti jenazah pasien COVID-19 untuk dimakamkan di Desa Tanjung, Purwokerto Selatan, Banyumas, Jateng, Rabu (23/6/2021). Jumlah kasus kematian pasien COVID-19 di Kabupaten Banyumas, Jateng, terus bertambah mencapai 100 kasus dari tanggal 1-23 Juni 2021, dengan 488 pasien aktif COVID-19 yang dirawat dan bed occupancy rate (BOR) ICU pada level 70,83 persen.
Foto: ANTARA/Idhad Zakaria
Petugas membawa peti jenazah pasien COVID-19 untuk dimakamkan di Desa Tanjung, Purwokerto Selatan, Banyumas, Jateng, Rabu (23/6/2021). Jumlah kasus kematian pasien COVID-19 di Kabupaten Banyumas, Jateng, terus bertambah mencapai 100 kasus dari tanggal 1-23 Juni 2021, dengan 488 pasien aktif COVID-19 yang dirawat dan bed occupancy rate (BOR) ICU pada level 70,83 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Salah seorang pasien Covid-19 di Cipanas, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, meninggal dunia di rumahnya pada Rabu (23/6). Pasien itu meninggal tanpa sempat dibawa ke rumah sakit lantaran ruangan isolasi sudah penuh.

Salah seorang kerabat pasien, Iqbal (35 tahun) mengatakan, pasien dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 pada Ahad (20/6). Awalnya, pasien tak mengalami gejala, sehingga menjalani isolasi mandiri di rumahnya. "Sudah dilaporkan ke puskesmas, tapi karena tak ada gejala, diisolasi di rumah," kata dia ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu.

Baca Juga

Pasien menjalani isolasi dengan didampingi salah satu anaknya. Sebab, pasien sudah lanjut usia (lansia).

 

Menurut Iqbal, pada Senin (21/6) pasien mulai mengalami gejala, di antaranya sesak napas. Pihak keluarga kemudian melapor ke Pusmesmas Cipanas agar pasien mendapat penanganan. "Keluarga ingin pasien dirawat di rumah sakit agar ada penanganan. Namun, kata orang puskesmas pasien masuk waiting list karena rumah sakit pada penuh," kata dia.

 

Iqbal menambahkan, petugas dari puskesmas menyarankan memberikan oksigen kepada pasien. Namun, puskesmas tak memberi oksigen itu. Alhasil, pihak keluarga mencari oksigen secara mandiri. "Keluarga juga berusaha cari ruangan ke beberapa rumah sakit. Namun jawaban dari rumah sakit semua penuh," kata dia.

 

Padahal, menurut dia, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, ruang isolasi di rumah sakit belum seluruhnya terisi penuh. Data per 21 Juni, tingkat keterisian ruang isolasi di rumah sakit mencapai 83,16 persen. Dari 582 tempat tidur yang tersedia di tujuh rumah sakit, 484 di antaranya telah terisi. 

 

Sementara keterisian tempat isolasi terpusat di Rumah Susun Gandarasi dan Islamic Center juga hampir penuh. Dari 164 tempat tidur yang tersedia di dua tempat itu, 131 di antaranya sudah terisi. "Artinya itu masih ada tempat. Namun ketika dikonfirmasi itu penuh semua. Akhirnya pasien gak bisa dibawa ke RS. Tadi pagi meninggal dunia," kata Iqbal.

 

Ia menyayangkan tak adanya penanganan kepada saudaranya yang terkonfirmasi Covid-19. Karena itu, ia meminta pemerintah dapat menambah ruang isolasi agar pasien Covid-19 dapat tertangani.

 

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Rita Sobariah mengatakan, saat ini tingkat keterisian ruang isolasi di rumah sakit sudah mencapai 80-90 persen. Pasien Covid-19 yang bisa dirawat hanya yang bergejala sedang atau berat. Sementara pasien tanpa gejala atau bergejala ringan bisa melaksankan isolasi mandiri dengan pengawasan petugas puskesmas.

 

"Jadi ketika ada pasien yang isolasi mandiri, harus tetap berkoordinasj dengan puskesmas. Agar petugas bisa terus melakukan pemantauan," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement