Rabu 23 Jun 2021 14:28 WIB

Minyak Jelantah Masih Banyak Dikonsumsi Masyarakat

Penggunaan minyak jelantah paling besar adalah untuk minyak goreng daur ulang

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
 Seorang pekerja mengumpulkan minyak jelantah yang diperoleh dari sejumlah hotel dan restoran di Bali untuk diproses menjadi bahan bakar minyak (BBM) biosolar di Denpasar, Bali, (ilustrasi)
Seorang pekerja mengumpulkan minyak jelantah yang diperoleh dari sejumlah hotel dan restoran di Bali untuk diproses menjadi bahan bakar minyak (BBM) biosolar di Denpasar, Bali, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan minyak jelantah untuk keperluan konsumsi masih marak terjadi di tengah masyarakat meski berbahaya bagi kesehatan. Pemerintah mendorong agar minyak jelantah digunakan untuk kebutuhan bahan baku biodiesel sekaligus ekspor.

Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah Machmud, mengatakan, hasil pendataan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Traction Energi Asia, rata-rata konsumsi minyak goreng pada tahun 2019 mencapai 16,2 juta kilo liter(KL).

Sementara itu, jumlah minyak jelantah yang dikumpulkan secara nasional pada tahun yang sama mencapai 3 juta KL. Di mana, 1,6 juta Kl di antaranya berasal dari rumah tangga perkotaan besar.

Ia melanjutkan, berdasarkan survei Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Badan Pusat Statistik (BPS), dari 3 juta KL minyak jelantah tersebut hanya kurang 570 ribu KL yang digunakan untuk memproduksi biodiesel maupun kebutuhan lainnya.

"Penggunaan minyak jelantah paling besar adalah untuk minyak goreng daur ulang sebesar 1,95 juta ton atau 2,43 juta kilo liter. Itu sekitar 15-20 persen dari total pangsa pasar minyak goreng," kata Musdalifah dalam sebuah webinar, Rabu (23/6).

Selain untuk daur ulang, penggunaan minyak jelantah yang cukup besar yakni untuk ekspor. Pada 2019, volume ekspor minyak jelantah sebanyak 184,09 KL. Tercata terdapat kenaikan ekspor minuak jelantah secara konsiste sejak tahun 2014.

Namun, Musdalifah menekankan sorotan utama yakni pada penggunaan untuk minyak goreng daur ulang. "Penggunaan minyak jelantah sebagai minyak goreng tidak disarankan karena proses penggorengan dengan temperatur tinggi itu menyebabkan kerusakan pada struktur kimia, penggunaan yang tepat harusnya untuk biodiesel, bukan bahan baku industri makanan," ujarnya.

Ia menjelaskan, jika terdapat 3 juta KL minyak jelantah, dengan konversi 5 liter minyak jelantah menjadi 1 liter biodiesel, maka terdapat potensi produksi biodiesel sebesar 600 ribu liter.

Kendati demikian, ia mengakui masih terdapat banyak tantangan dalam meningkatkan penggunaan minyak jelantah untuk produksi biodiesel. Di antaranya yakni mekanisme pengumpulan minyak jelantah, transportasi dari masyarakat ke pusat produksi, penggunaan teknologi, serta standardisasi kualitas biodiesel dari minyak jelantah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement