Rabu 23 Jun 2021 14:15 WIB

Perlukah Lakukan Pemeriksaan Psikologi Sebelum Menikah?

Perbedaan karakter menimbulkan perbedaan pola pikir, yang bisa berujung konflik.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Qommarria Rostanti
Pernikahan (Ilustrasi)
Foto: Republika
Pernikahan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membina sebuah keluarga merupakan salah satu fase yang penting dalam kehidupan. Untuk itu, perlu persiapan matang untuk mewujudkan proses tersebut agar dapat mengantisipasi segala tantangan yang ada. 

Menurut psikolog keluarga, Kasandra Putranto, merancang masa depan dalam keluarga bisa dilakukan sejak sebelum membina keluarga. Berumah tangga melibatkan dua insan yang memiliki dua karakter kepribadian yang berbeda sehingga memerlukan persiapan. 

Dua karakter itu berasal dari latar belakang keluarga, pendidikan, pergaulan, dan hasil belajar yang berbeda. "Belum lagi jika ternyata masing-masing belum mengenal diri sendiri, apalagi pasangannya," kata Kasandra melalui pesan singkat kepada Republika, beberapa waktu lalu. 

Dia mengatakan, melakukan konsultasi pernikahan sebelum menapaki jenjang berikutnya adalah hal yang sangat penting. Penting pula untuk melakukan psychological check up yang idealnya dilakukan minimal tujuh kali dalam kehidupan. 

 

Pemeriksaan psikologi itu dilakukan pada saat persiapan sekolah, mengetahui minat bakat, memilih jurusan, melamar pekerjaan, menikah, mengandung-melahirkan-dan memiliki anak, serta menjelang pensiun.

"Pada dasarnya penting sekali untuk mengenali diri dan pasangan dalam rangka mengetahui tingkat kesesuaian dan potensi konflik yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan yang dimiliki, terutama perbedaan karakter, kebiasaan, sikap, harapan dan pola pikir," jelas Kasandra. 

Pada saat membina keluarga, tentu ada banyak tantangan yang muncul. Perbedaan karakter yang menimbulkan perbedaan pola pikir, tak jarang menjadi potensi konflik di tengah keluarga. 

Pengelolaan emosi pun dibutuhkan. Komunikasi diutamakan agar tercipta pengertian dari masing-masing anggota keluarga.

Dalam membina keluarga, penting bagi tiap keluarga untuk mempertimbangkan aspek psikologis masing-masing anggota keluarga. Setiap keluarga perlu saling menjaga antarkeluarga terlebih mengenai perkembangan mental. 

"Karena keluarga adalah komunitas terkecil dalam masyarakat, yang dapat berpengaruh besar pada komunitas masyarakat yang lebih luas dan negara," jelas Kasandra.

Salah satu tantangan yang dihadapi keluarga saat ini adalah situasi yang berubah total akibat pandemi Covid-19. Kasandra mengatakan, dari berbagai hasil penelitian menyebut setidaknya ada tiga hal yang perlu diwaspadai. 

Pertama, kata Kasandra, adalah memutus rantai penyebaran virus. Lalu kedua adalah memastikan rantai kehidupan manusia tidak terputus. Sementara ketiga adalah menjaga diri dan keluarga dari hoaks dan berita bohong. 

Dari ketiga hal tersebut muncul konsekuensi-konsekuensi. Kasandra mengatakan, berbagai kesulitan dalam menjalankan prosedur kesehatan bisa berakibat kepada meningkatnya kecemasan dan tekanan. Sayangnya, kedua hal itu berpotensi menurunkan imunitas tubuh.

"Oleh sebab itu, penting bagi Anda menjaga kesehatan fisik dan mental dengan makan sehat, tidur cukup, olahraga dan menjaga kebersihan serta pembatasan sosial," jelas Kasandra. 

Konsekuensi lainnya adalah situasi pandemi memunculkan kesulitan baru sebagai dampak dari pembatasan sosial. Hal itu berakibat kepada beberapa hal yang merugikan. Salah satunya, kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dan berlibur sampai pemutusan hubungan kerja dan penurunan penghasilan. 

"Misalnya terlilit hutang, kesulitan biaya hidup dan lain-lain. Dengan demikian, Anda membutuhkan pikiran yang tenang dan mencari solusi-solusi kreatif untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat dari pandemi," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement