Selasa 22 Jun 2021 17:28 WIB

22 Juni: Piagam Jakarta, Ulama dan Pancasila

Pertarungan dan kompromi ide besar antara Soekarno dan ulama.

Soekarno berpidato dalam sidang BPUPKI.
Foto: Istimewa
Soekarno berpidato dalam sidang BPUPKI.

IHRAM.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.1bfa5af1-67fb-4073-bcb1-2ab8f5e90a06.webp

Setiap 1 Juni bangsa Indonesia merayakan Hari Lahir Pancasila. Pertanyaannya: benarkah rumusan Pancasila yang kita kenal sekarang sama dengan rumusan Pancasila seperti yang ada dalam Piagam Jakarta.

Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 terdapat dalam apa yang disebut Piagam Jakarta. Pada 18 Agustus 1945 setelah Proklamasi 17 Agustus, Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 45 dan rumusan Pancasila berubah, yaitu sila pertama. Dalam Piagam Jakarta sila pertama dari dasar negara berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya." Namun, pada rumusan 18 Agustus 1945 berubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Piagam Jakarta adalah nama yang diberikan Mr Muhammad Yamin atas sebuah kesepakatan yang berisi tentang teks tertulis yang isinya memuat rumusan dari hukum dasar negara Republik Indonesia. Piagam ini dirumuskan oleh Panitia Sembilan (Panitia Kecil BPUPKI) pada 22 Juni 1945 di rumah Bung Karno (rumah itu telah dibongkar dan dijadikan kompleks Monumen Proklamasi yang berada di Jl Pegangsaan Timur Jakarta).

Piagam ini dibuat setelah melalui rapat maraton yang berlangsung selama sepekan, mulai 10-16 Juli 1945. Untuk mencapai kesepakatan, sidang berlangsung alot dan penuh adu argumen yang melibatkan dua kelompok kebangsaan yang saat itu sangat berpengaruh, yakni kelompok nasionalis dan kelompok Islam. Dalam piagam ini tertuang arah dan tujuan bernegera serta memuat pula lima rumusan dasar negara (Pancasila).

Sedangkan, BPUPKI dibentuk pada 29 April 1945 sebagai pelaksanaan janji pemerintah pendudukan Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dan, ketika ingin membahas dasar negara secara lebih serius, kemudian BPUPKI membentuk tim kecil yang berisi sembilan tokoh yang dianggap mewakili dua kelompok penting tersebut, yakni nasionalis sekuler dan nasionalis agama.

Mereka adalah Ir Sukarno, Mohammad Hatta, Mr AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H Agus Salim, Mr Achmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, dan Mr Muhammad Yamin. Salah satu hasilnya adalah berhasil membuat naskah pembukaan undang-undang dasar dan rumusan dasar negara meski ada sedikit perbedaan, misalnya dengan apa yang dipidatokan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement