Sabtu 19 Jun 2021 22:31 WIB

Pemupukan Berimbang Mulai Jadi Pilihan Petani Milenial

Balitbangtan sebut pemupukan berimbang artinya terpenuhi hara secara proporsional

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pembudidaya kopi Arabika Rinto (37) merawat bibit kopi Arabika di pekarangan rumahnya kawasan lereng gunung Sumbing Dusun Pengkol, Ngawonggo, Kaliangkrik, Magelang, Jateng. Kementerian Pertanian terus mendorong penggunaan pupuk berimbang bagi petani. Konsep pemupukan secara efektif, berimbang, dan efisien ini bisa meningkatkan produksi pertanian secara optimal. Beberapa petani milenial pun telah beralih ke penerapan pemupukan tersebut.
Foto: ANIS EFIZUDIN/ANTARA
Pembudidaya kopi Arabika Rinto (37) merawat bibit kopi Arabika di pekarangan rumahnya kawasan lereng gunung Sumbing Dusun Pengkol, Ngawonggo, Kaliangkrik, Magelang, Jateng. Kementerian Pertanian terus mendorong penggunaan pupuk berimbang bagi petani. Konsep pemupukan secara efektif, berimbang, dan efisien ini bisa meningkatkan produksi pertanian secara optimal. Beberapa petani milenial pun telah beralih ke penerapan pemupukan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian terus mendorong penggunaan pupuk berimbang bagi petani. Konsep pemupukan secara efektif, berimbang, dan efisien ini bisa meningkatkan produksi pertanian secara optimal. Beberapa petani milenial pun telah beralih ke penerapan pemupukan tersebut.

Kepala Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Ladiyani Retno Widowati, mengungkapkan bahwa pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimal.

“Jadi kalau kita bicara pemupukan berimbang artinya terpenuhi semua hara secara proporsional. Kita harus melihat tanaman membutuhkan apa dan kita harus tahu ketersediaan hara pada tanah berapa. Tidak semua hara harus ditambahkan, tambahkan yang kurang dan dibutuhkan. Lalu adanya kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik, pupuk hayati, untuk mendapatkan produksi optimal,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Republika.co.id, Sabtu (19/6).

Beberapa petani milenial telah menerapkan konsep pemupukan berimbang. Salah satunya Pridiana Oskandar, seorang dokter gigi yang juga menekuni budi daya padi di Majalengka, Jawa Barat. Awalnya Pridiana melihat adanya pelandaian produksi pada lahan keluarganya yang seluas 1,5 hektare, sementara biaya tenaga kerja mengalami peningkatan. Gagasan untuk budi daya dengan pemupukan berimbang pun menjadi pilihan Pridiana.

“Masalah utama lahan sawah kami adanya pelandaian produksi padi, rata-rata 4-5 ton per hektare, enggak ada peningkatan sejak tahun 1990-an. Saya berpikir agar penggunaan pupuk anorganik bisa dikurangi setengahnya atau bahkan tidak digunakan sama sekali. Lalu saya disarankan menggunakan biokompos. Alhamdulillah setelah 4-5 musim saya pakai itu, sekarang ada peningkatan 15-20 persen untuk hasil panen,” ucap Pridiana.

Selain Pridiana, Duta Petani Milenial Sandi Octa Susila juga mulai menyadari pentingnya penggunaan pupuk berimbang. Produk hortikultura yang dikembangkan Sandi pada Mitra Tani Parahyangan berbasis pada penggunaan pestisida seminimal mungkin dan prinsip ecoprofit.

“Kita mulai sadar dengan pupuk yang berimbang karena saat ini konsumen bukan hanya berpikir pada kualitas, siapa yang menjual, tetapi pada kesehatannya juga. Kita juga lebih menyadari pupuk yang mengarah ke pupuk organik, pestisida hayati, dan lain sebagainya,” ungkap Sandi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement