Sabtu 19 Jun 2021 13:37 WIB

Ketua Satgas PB IDI: Lakukan Lockdown Sebelum Telat

Ketua Satgas PB IDI mengatakan pemerintah perlu pertimbangkan terapkan lockdown.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Alat berat menggali tanah untuk pemakaman jenazah khusus pasien Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Jumat (18/6). Kasus kematian akibat Covid-19 di DKI Jakarta mengalami kenaikan dengan jumlah kasus mencapai 66 orang dalam sehari dengan total kasus kematian sebanyak 7.640 orang atau tertinggi setelah rekor pada 16 Februari mencapai 62 orang. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Alat berat menggali tanah untuk pemakaman jenazah khusus pasien Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Jumat (18/6). Kasus kematian akibat Covid-19 di DKI Jakarta mengalami kenaikan dengan jumlah kasus mencapai 66 orang dalam sehari dengan total kasus kematian sebanyak 7.640 orang atau tertinggi setelah rekor pada 16 Februari mencapai 62 orang. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban, mengatakan, pemerintah harus terapkan lockdown. Menurutnya, untuk mengatasi kondisi pancemi Covid-19 yang semakin parah, butuh pembatasan pergerakan masyarakat.

"Saya kembali ulangi saran saya, untuk terapkan lockdown. Semua liburan dan perjalanan tidak penting harus dihentikan sejenak. Apalagi, mempertimbangkan sekolah tatap muka dibuka kembali, jangan dulu. Lakukan lockdown sebelum telat. Situasi bisa berubah jadi mengerikan," katanya dalam cicitan di akun Twitter miliknya, Sabtu (19/6).

Baca Juga

Kemudian, ia melanjutkan saat ini rumah sakit sudah penuh, kasus melonjak, beberapa tenaga kesehatan dan medis telah terinfeksi yang bisa menyebabkan kualitas layanan menurun. "Ya, lihat saja kondisi sekarang bagaimana. Kebijakan lockdown akan mengesankan bahwa situasi saat ini benar-benar darurat sehingga masyarakat juga sadar akan hal itu. Tidak usah lama-lama dan memang butuh kesabaran serta kesadaran dari semua pihak," ujarnya.

Zubairi menambahkan, jika lockdown diterapkan dengan benar, hal ini tentu akan efektif untuk menurunkan angka kasus Covid-19. "Asal dilakukan dengan benar ya, akan efektif. Namun, saya juga tidak bisa memaksakan. Itu terserah yang punya kewenangan. Sebagai dokter, tentu saja saya ingin memprioritaskan keselamatan dan kesehatan," ucapnya.

Sebelumnya diketahui, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat penambahan kasus harian Covid-19 di Ibu Kota pada Jumat (18/6) memecahkan rekor dengan angka 4.737 kasus baru. Jumlah ini melampaui angka tertinggi yang pernah terjadi pada 7 Februari 2021, yakni mencapai 4.213 kasus dalam sehari.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia, memaparkan, berdasarkan data terkini Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dilakukan tes PCR sebanyak 24.812 spesimen. 

"Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 17.368 orang dites PCR hari ini untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 4.737 positif dan 12.631 negatif," kata Dwi dalam keterangan tertulis resminya, Jumat.

Dwi mengungkapkan, jumlah kasus aktif di Jakarta sampai hari ini sebanyak 24.511 orang yang masih dirawat atau menjalani isolasi mandiri. Sedangkan, jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 463.552 kasus.

Dari jumlah kasus positif itu, dia menambahkan, total orang yang dinyatakan telah sembuh sebanyak 431.264 dengan tingkat kesembuhan 93 persen. Kemudian, total 7.777 orang meninggal dunia dengan tingkat kematian 1,7 persen. 

"Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 21,8 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 11,1 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement