Sabtu 19 Jun 2021 08:00 WIB

Kemenag Jelaskan Hak UMKM Gratis Sertifikasi Halal

Kemenag Jelaskan Hak UMKM Gratis Sertifikasi Halal

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Kemenag Jelaskan Hak UMKM Gratis Sertifikasi Halal. Foto:    Ilustrasi Sertifikasi Halal.
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Kemenag Jelaskan Hak UMKM Gratis Sertifikasi Halal. Foto: Ilustrasi Sertifikasi Halal.

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan peraturan tentang tarif layanan Jaminan Produk Halal (JPH). Pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang berhak memperoleh pengenaan tarif layanan sertifikasi halal Rp 0 alias gratis.

"Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57 Tahun 2021 Pasal 5, UMK yang mendapatkan fasilitas gratis atau tidak dikenai biaya sertifikasi halal adalah UMK yang memenuhi kriteria bisa melakukan pernyataan halal atau self declare," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Mastuki, dikutip di laman resmi Kemenag, Sabtu (19/6)

Baca Juga

Pernyataan halal ini diatur dalam Pasal 79 PP Nomor 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Misalnya, pernyataan tersebut harus dilakukan oleh pelaku UMK usaha produktif, yang memiliki kekayaan bersih atau memiliki hasil penjualan tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pernyataan pelaku UMK ini dilakukan berdasarkan standar halal yang ditetapkan oleh BPJPH. Standar halal tersebut paling sedikit terdiri atas adanya pernyataan pelaku usaha yang berupa akad/ikrar yang berisi kehalalan produk dan bahan yang digunakan dan Proses Produk Halal (PPH), dan adanya pendampingan PPH.

Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk. Misal, produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya, seperti dari alam, berada dalam positif list atau memiliki sertifikat halal.

Tak hanya itu, Mastuki juga menyebut proses produksi produk tersebut juga harus dipastikan kehalalannya dan sederhana.

"Misalnya, UMK tersebut menggunakan bahan seperti tepung terigu atau minyak goreng yang sudah berlabel halal dari pabriknya karena sudah bersertifikat halal," kata Mastuki.

Sedangkan proses produk halal atau PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.

Proses produksi juga wajib memenuhi kriteria kehalalan. Contoh, tidak bercampur dengan bahan non-halal baik najis atau haram.

Lokasi dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi juga terpisah dengan produksi yang tidak halal. UMK disebut harus bersedia menerapkan sistem jaminan produk halal.

Lebih lanjut, mantan Juru Bicara Kemenag itu menjelaskan semua kriteria itu dipastikan oleh lembaga yang melakukan pendampingan halal. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 80 PP 39/2021 yang menyatakan pendampingan PPH dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam atau lembaga keagamaan Islam yang berbadan hukum dan/atau perguruan tinggi.

"Misal, pendampingan PPH ini dilakukan oleh pesantren, ormas seperti NU, Muhammadiyah, atau perguruan tinggi. Dalam hal ini mereka menjadi 'saksi' bahwa UMK yang didampingi tadi benar-benar menerapkan standar halal," lanjutnya.

Apabila UMK tidak dapat memenuhi kriteria di atas, sekalipun produknya termasuk produk yang wajib bersertifikat halal, maka UMK tersebut tidak bisa menerima pengenaan biaya gratis sertifikasi halal.

Contohnya, jika bahan produk yang digunakan berkategori resiko tinggi, maka tidak bisa melakukan self declare. Karena alasan itu pula, produk tersebut tidak masuk kategori UMK yang dapat penggratisan biaya sertifikasi halal.

Mastuki mengatakan, sejak awal pendaftaran sertifikat halal bagi UMK dimasukkan sebagai bagian dari perijinan tunggal. Namun dalam praktiknya, skema pendaftaran sertifikat halal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari One Single Submission atau OSS yang dikembangkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

OSS adalah sistem perizinan berbasis teknologi informasi yang mengintegrasikan perizinan di daerah dan pusat dalam rangka mempermudah kegiatan usaha di dalam negeri. OSS ini juga merupakan amanat dari Perpres Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

Pelaku UMK sebelum mengajukan sertifikat halal produknya disebut perlu terlebih dahulu terdaftar dan memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha) di OSS tersebut.

"Jadi NIB ini merupakan prasyarat bagi UMK untuk mengajukan sertifikasi halal, sekaligus sebagai salah satu syarat untuk bisa mendapat pembiayaan gratis nol Rupiah tersebut," ujar dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement