Jumat 18 Jun 2021 08:31 WIB

PBB: Kekeringan Bakal Menjadi Pandemi Selanjutnya

Kekeringan hampir menjadi pandemi berikutnya dan tak ada vaksin untuk menyembuhkannya

Rep: Fergi Nadira/ Red: Andi Nur Aminah
Seorang petani menunjukan padi yang rusak akibat gagal panen karena kekeringan di areal pesawahan Gunung Sarik, Padang, Sumatera Barat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Seorang petani menunjukan padi yang rusak akibat gagal panen karena kekeringan di areal pesawahan Gunung Sarik, Padang, Sumatera Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JENEWA -- PBB mengatakan, kekeringan berisiko menjadi "pandemi" berikutnya yang merupakan krisis global yang tersembunyi. Kekeringan bakal meluas jika negara-negara tidak mengambil tindakan segera terhadap pengelolaan air dan lahan serta mengatasi darurat iklim.

Menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada Kamis (17/6), setidaknya 1,5 miliar orang telah terkena dampak langsung oleh kekeringan abad ini, dan biaya ekonomi selama waktu itu diperkirakan mencapai 124 miliar dolar AS. Biaya sebenarnya kemungkinan akan berkali-kali lebih tinggi karena perkiraan tersebut tidak mencakup banyak dampak di negara-negara berkembang.

Baca Juga

"Kekeringan hampir menjadi pandemi berikutnya dan tidak ada vaksin untuk menyembuhkannya. Sebagian besar dunia akan hidup dengan tekanan air dalam beberapa tahun ke depan," ujar Perwakilan khusus Sekjen PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Mami Mizutori dikutip laman The Guardian, Jumat (18/6).

Dia mengatakan, permintaan akan melebihi penawaran selama periode tertentu. Menurutnya kekeringan merupakan faktor utama dalam degradasi lahan dan penurunan hasil panen tanaman utama.

Dia mengatakan, banyak orang memiliki gambaran kekeringan memengaruhi daerah gurun di Afrika, tetapi ini tidak terjadi. Kekeringan sekarang meluas, dan pada akhir abad ini semua kecuali segelintir negara akan mengalaminya dalam beberapa bentuk, menurut laporan itu. "Orang-orang telah hidup dengan kekeringan selama 5.000 tahun, tetapi apa yang kita lihat sekarang sangat berbeda," kata Mizutori. "Aktivitas manusia memperburuk kekeringan dan meningkatkan dampaknya, mengancam akan menggagalkan kemajuan dalam mengangkat orang dari kemiskinan," ujarnya menambahkan.

Laporan PBB juga menyebut bahwa pertumbuhan populasi juga membuat lebih banyak orang di banyak daerah terkena dampak kekeringan. Menurut Roger Pulwarty, seorang ilmuwan senior di US National Oceanic and Atmospheric Administration dan salah satu penulis laporan tersebut, kekeringan juga melampaui pertanian.

Dia menunjuk ke Danube di Eropa, di mana kekeringan berulang dalam beberapa tahun terakhir telah mempengaruhi transportasi, pariwisata, industri dan pembangkit energi. "Kita perlu memiliki pandangan modern tentang kekeringan," katanya. "Kita perlu melihat bagaimana mengelola sumber daya seperti sungai dan daerah aliran sungai yang besar," ujarnya melanjutkan.

Menurutnya, perubahan pola curah hujan sebagai akibat dari kerusakan iklim merupakan pendorong utama kekeringan, tetapi laporan tersebut juga mengidentifikasi penggunaan sumber daya air yang tidak efisien dan degradasi lahan di bawah pertanian intensif dan praktik pertanian yang buruk berperan. Penggundulan hutan, penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, penggembalaan yang berlebihan dan pengambilan air yang berlebihan untuk pertanian juga merupakan masalah utama.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement