Jumat 18 Jun 2021 08:18 WIB

Melihat Tiga Skenario Koalisi Partai di Pilpres 2024

PDIP, Gerindra, Golkar sangat mungkin ajukan capres masing-masing di 2024.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto disebut sebagai quuen dan king maker yang berpengaruh di Pilpres 2024. King Maker selain itu adalah Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto disebut sebagai quuen dan king maker yang berpengaruh di Pilpres 2024. King Maker selain itu adalah Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam survei terbarunya menempatkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, sebagai king atau queen maker di Pilpres 2024. Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, menganalisa tiga skenario koalisi partai politik di 2024 mendatang di antara tiga king/queen maker tersebut.

"Skenario pertama yang bisa kita prediksi adalah kalau kemudian PDIP, Gerindra, dan Golkar itu menyatu, tiga partai ini berkoalisi menjadi koalisi partai yang mengusung capres dan cawapres yang sama," kata Adjie, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (17/6).

Adjie mengatakan, skenario pertama bisa terjadi jika tiga syarat terpenuhi. Pertama, jika Prabowo menjadi capres, sementara Puan mengalah menjadi cawapres, kemudian Airlangga mengalah untuk tidak menjadi capres maupun cawapres.

"Skenario ini bisa berubah atau tidak terjadi kalau Puan atau pun Airlangga tidak bersedia," ujarnya.

Kemudian skenario kedua yaitu antara PDIP melawan koalisi Golkar dan Gerindra. Adjie mengatakan, hal itu bisa terjadi jika PDIP tetap ingin memajukan kadernya sebagai capres. Sementara di sisi lain Prabowo tetap dicalonkan oleh Gerindra sebagai capres, dan Airlangga bersedia sebagai cawapres.

"Jadi skenario ini bisa terjadi namun untuk peluang Prabowo sama Airlangga secara elektoral representasi dari Islam politik memang rendah," ucapnya

Adjie menambahkan, skenario ketiga yaitu jika PDIP, Gerindra, Golkar memutuskan mengajukan capres masing-masing. PDIP bisa mengajukan antara Puan dan Ganjar, kemudian Gerindra tetap mengusung Prabowo, dan Golkar mengusung Airlangga sebagai capres atau cawapres mendampingi tokoh potensial lain.

"Kita bisa menduga kalau PDIP vs Gerindra vs Golkar, siapapun yang menang, capres manapun yang menang dari tiga partai ini, kita menduga tiga partai ini bisa bersatu kembali membentuk pemerintahan yang kuat," ungkapnya.

Bila Golkar dan Gerindra hampir pasti akan mengusung ketua umumnya sebagai capres, hal yang sama diperkirakan tidak terjadi pada PDIP. LSI Denny JA menilai Megawati tidak akan maju kembali sebagai capres di 2024.

Sebagai tokoh kunci, Megawati namun akan dihadapkan sejumlah komplikasi jika memilih Puan sebagai capres. "Ibu Mega sebagai queen maker tetap punya komplikasi untuk memilih apakah memilih Puan atau memilih Ganjar tetap ada komplikasi," kata Adjie.

Adjie mengatakan jika Megawati memilih Puan yang maju sebagai capres dalam pilpres, maka PDIP berisiko akan dikalahkan dengan capres lain. Sebab berdasarkan survei Juni 2021, elektabilitas Puan baru di angka 2 persen.

"Hal ini bisa berubah kalau H-1 tahun, kurang lebih Januari Februari 2023, kalau kemudian elektabilitas Puan Maharani di atas 25 persen maka kondisinya bisa berubah. Artinya Mbak Puan punya peluang untuk menjadi capres yang kuat yang diusung PDIP," ujarnya.

Sementara itu jika PDIP dan Gerindra bersepakat berkoalisi, maka PDIP memberikan panggung bagi Gerindra menjadi partai terbesar dalam pemilu serentak. Padahal selama 10 tahun ini PDIP merupakan partai penguasa.

"Jadi ini komplikasi kedua kalau PDIP memutuskan memajukan Puan sebagai cawapres dan Prabowo sebagai capres," ungkapnya.

Komplikasi ketiga, kalau simulasinya Puan sebagai cawapres dan Anies Baswedan sebagai capres maka PDIP akan ada kesepakatan bahwa capres di luar PDIP harus menjadi anggota partai PDIP.

"Belum tentu elit PDIP menerima jika capres tersebut berlainan ideologi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement