Rabu 16 Jun 2021 23:53 WIB

AJI Jember Desak Usut Kasus Pemerasan oleh Wartawan Gadungan

Pihaknya juga mengajak semua pihak untuk berani bersikap tegas menolak pemerasan.

AJI Jember Desak Usut Kasus Pemerasan oleh Wartawan Gadungan. Ilustrasi Pemerasan
Foto: Foto : MgRol112
AJI Jember Desak Usut Kasus Pemerasan oleh Wartawan Gadungan. Ilustrasi Pemerasan

REPUBLIKA.CO.ID,JEMBER -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus pemerasan yang dilakukan oleh dua wartawan gadungan di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

"Kami menyikapi serius langkah polisi yang melakukan penangkapan terhadap dua orang yang diduga melakukan pemerasan dengan menggunakan kedok profesi wartawan," kata Ketua AJI Jember Ira Rachmawati saat dihubungi melalui telepon dari Jember, Rabu (16/6).

Satreskrim Kepolisian Resor Jember menangkap dua wartawan gadungan yakni MA (50) warga Kelurahan Slawu dan ME (35) warga Kelurahan Karangrejo yang melakukan pemerasan kepada warga dengan meminta imbalan sebesar Rp17 juta.

"Unsur pemerasan sangat bertolak belakang dengan kerja-kerja profesi wartawan, sehingga AJI Jember mendesak polisi untuk bisa mengusut tuntas kasus itu, termasuk kemungkinan adanya korban atau pelaku lain dengan modus yang sama," tuturnya.

Setiap jurnalis, lanjut dia, selalu terikat dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yang cukup ketat, sehingga cara kerja jurnalis sangat jauh berbeda dengan pihak-pihak yang melakukan pemerasan dengan mengatasnamakan profesi wartawan.

"Dalam KEJPasal 1 ditegaskan bahwa wartawan tidak boleh beriktikad buruk dalam melakukan peliputan. Artinya, wartawan tidak boleh memiliki niat secara sengaja untuk menimbulkan kerugian pihak lain," katanya.

Selain itu, lanjut dia, peliputan juga tidak boleh masuk pada ranah privasi seseorang, sehingga wartawan yang profesional digaji oleh medianya, bukan dengan cara meminta uang atau barang kepada narasumber. "Selain itu, dalam Pasal 2 KEJ juga ditegaskan bahwa wartawan harus menempuh cara yang profesional dalam melakukan peliputan, sehingga dalam melakukan wawancara harus secara patut dan tidak dengan mengancam," ujarnya.

Ira mengatakan wartawan tidak bisa hanya dengan berbekal kartu pers yang bisa di cetak di mana saja, kemudian merasa bisa melakukan perbuatan semena-mena seperti pengancaman.

"AJI Jember juga menilai bahwa pihak yang melakukan pemerasan tidak bisa berlindung dengan menggunakan dalih kebebasan pers maupun UU Pers, sehingga itu masuk pidana murni sebagaimana yang diatur dalam KUHP," katanya.

Melalui kasus tersebut, lanjut dia, pihaknya juga mengajak semua pihak untuk berani bersikap tegas menolak pemerasan atau permintaan tertentu dengan ancaman pemberitaan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan wartawan.

"Selama ini kami kerap menerima keluhan yang disampaikan secara tidak langsung tentang ulah pihak yang mengatasnamakan wartawan dan melakukan tindakan yang jauh dari profesi wartawan profesional," tuturnya.

Ia mengatakan tidak semua narasumber berani melawan atau melapor, sehingga terjadi pembiaran yang pada akhirnya merusak citra wartawan di masyarakat umum.

"AJI Jember juga siap menerima keluhan masyarakat yang merasa bimbang menghadapi pihak tertentu yang diduga melakukan pemerasan dengan mengatasnamakan profesi wartawan di wilayah kerja kami meliputi Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi," katanya.

Pengaduan kasus pemerasan bisa disampaikan kepada pengurus AJI Jember secara langsung maupun melalui kanal media sosial instagram (@ajijember).

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement