Rabu 16 Jun 2021 22:25 WIB

Hadapi Covid-19 Varian Baru, Warga Harus Batasi Mobilitas

Hadapi Varian Baru, Perbanyak Tempat Isolasi dan Hentikan Mobilitas Warga

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/Wahyu Suryana)/ Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah santri yang terkonfirmasi positif Covid-19 beraktivitas di Pondok Pesantren Yatim dan Dhuafa Al Kasyaf, Kampung Sukamaju, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Rabu (16/6). Sebanyak 54 santri dan guru di pondok pesantren (ponpes) itu terkonfirmasi positif Covid-19 setelah menjalani uji usap antigen dan PCR. Akibatnya ponpes tersebut ditutup untuk sementara waktu serta santri dan guru yang terkonfirmasi positif Covid-19 diwajibkan untuk isolasi mandiri hingga 24 Juni mendatang. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah santri yang terkonfirmasi positif Covid-19 beraktivitas di Pondok Pesantren Yatim dan Dhuafa Al Kasyaf, Kampung Sukamaju, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Rabu (16/6). Sebanyak 54 santri dan guru di pondok pesantren (ponpes) itu terkonfirmasi positif Covid-19 setelah menjalani uji usap antigen dan PCR. Akibatnya ponpes tersebut ditutup untuk sementara waktu serta santri dan guru yang terkonfirmasi positif Covid-19 diwajibkan untuk isolasi mandiri hingga 24 Juni mendatang. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, Kasus pandemi Covid-19 diberbagai daerah terus meningkat. Bahkan, sekarang ini sudah terdeteksi Covid-19 varian baru yang berasal dari India. Yang terparah sudah terjadi di Kudus dan Jakarta. Bahkan, kini sudah mulai muncul di Bandung.

Masyarakat Bandung pun kini waspada. Mereka bahu-membahu hadapi peningkatan pandemi ini.

"Varian baru Covid-19 itu itu terus berkembang. Bisa naik atau menurun, ahkan mampu reinfeksi karena mampu menurunkan respons imun," ujar Aryadi, warga Bandung menuturkan.

Seusai mudik lebaran, kasus penyebaran Covid-19 di Kota Bandung misalnya mengalami peningkatan. Ini sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Wilayah padat penduduk di Bandung misalnya peningkatan itu terlihat nyata. Ini terjadi di RW 03, Kelurahan Babakan Tarogong, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. Wilayah padat penduduk yang sebelumnya berstatus zona hijau ini kini berubah menjadi zona oranye akibat terdapat belasan warga yang terpapar Covid-19. 

Penyebaran Covid-19 mulai terjadi di RT 04 pada akhir Mei lalu bahkan kasus disana dikategorikan masuk ke dalam klaster. Diketahui, warga yang terpapar Covid-19 di RT tersebut baru pulang dari berwisata ke Ciater, Kabupaten Subang. Namun, yang kini dikhawatirkan salah seorang anggota keluarga masih aktif beraktivitas diluar rumah padahal serumah dengan anggota keluarga yang terpapar.

Penyebaran Covid-19 kemudian muncul di RT 05, salah seorang warga terkonfirmasi telah terpapar. Kekhawatiran pun tetap sama karena anggota keluarga lainnya yang serumah dengan yang terpapar juga masih beraktivitas di luar. Selanjutnya, warga di RT 06 dan 08 kembali terpapar Covid-19 dan di RT 08 warga sedang menjalani isolasi mandiri secara terpisah dengan anggota keluarga lainnya. Warga yang terpapar Covid-19 lainnya terjadi di RT 07. 

“Setelah hari raya kan kemarin memang sempat hilang kasus masuk zona hijau, tiba-tiba setelah beberapa hari terjadi ada kasus. Tiba-tiba terjadi lonjakan yang memang membuat saya kaget, tidak terkendali sampai sekarang disebut klaster,” ujar Ketua RW 03, Dede Sutisna saat ditemui di Kantor RW 03, Senin (14/6). Ia mengaku terus berkoordinasi dengan gugus tugas, dan babinsa karena merasa kewalahan dengan kasus yang mengalami peningkatan. 

Dede mengaku cukup beruntung lantaran seluruh pengurus RW 03 dan pengurus RT aktif untuk melaporkan warga yang terpapar dan langsung melakukan penanganan sementara serta melakukan penyemprotan desinfektan. Sebagian besar warga yang terpapar Covid-19 saat ini menjalani isolasi mandiri namun beberapa diantaranya sempat dirawat di rumah sakit. 

“Di RW 03 ada 12 orang, zona oranye,” katanya. Ia mengaku sudah mengingatkan kepada anggota keluarga yang masih serumah dengan yang terpapar Covid-19 di RT 04 untuk membatasi kegiatan. Namun sampai saat ini yang bersangkutan terkesan tidak menerima imbauan tersebut. Termasuk mengingatkan kepada keluarga yang dari anggota yang terpapar di RT 05. 

Bahu Membahu Hadapi Pandemi

Dede mengatakan masyarakat di RT 06 relatif lebih peduli terhadap warga yang diketahui terpapar Covid-19. Mereka banyak yang memberikan sumbangan kepada warga tersebut. Namun begitu, salah satu warga yang terpapar Covid-19 tetap satu rumah dengan istrinya meski berbeda kamar. Ia pun sempat menegur yang bersangkutan namun akhirnya orang tersebut bersama istrinya memilih pulang kampung. Sedangkan warga yang terpapar di RT 08 diduga terjadi setelah melayat orang sakit di Cibaduyut. 

Ia mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan ruang isolasi mandiri. Namun para warga yang terpapar enggan memanfaatkan fasilitas tersebut terlebih masih sering digunakan untuk berkegiatan oleh karang taruna sehingga cenderung riskan terjadi penularan. Para warga akhirnya memilih isolasi mandiri di rumah. Ia pun sudah memberitahukan data-data warga yang melakukan kontak erat kepada puskesmas untuk dilacak.

“Sekarang hampir tidak terkendali,” katanya. Ia pun mengaku bingung harus memulai dari mana melakukan penanganan Covid-19 karena kasus yang meningkat. Ia pun menyetujui langkah lockdown tingkat nasional yang sempat diwacanakan pada awal-awal masa pandemi Covid-19.

Ia pun mengarahkan para RT untuk dapat membantu kebutuhan sehari-hari para warga yang terpapar Covid-19 dengan kemampuan yang ada. Namun, yang sangat disayangkan saat salah satu pengurus RT meminta bantuan pangan ke kelurahan, kondisi beras terdapat kutu. Hal itu terjadi karena saat status zona di wilayah tersebut hijau, beras tidak dapat dibagikan karena khusus untuk warga yang terpapar Covid-19.  

“Pengurus kewalahan tidak punya tenaga, dibidang keahlian apalagi terus warga gak bisa diurus. Dimarahin 100 persen gak bisa,” katanya. 

Ketua RT 05, Adnan Rizal menduga lonjakan kasus di lingkungannya terjadi karena banyak warga yang mudik saat libur lebaran. Ia bersama pengurus RT dan RW sudah mengingatkan untuk tidak mudik di masa pandemic Covid-19 namun kenyataannya satu pekan sebelum puasa Ramadan lingkungan di RT 05 sudah sepi karena warga yang mudik.

“Pengurus sudah mengingatkan, jangan mudik tapi banyak yang curi start tiba tiba udah gak ada. Kebanyakan seminggu sebelum puasa,” katanya. ia pun mengaku sudah merasa jengkel kepada warga yang tidak bisa diingatkan terkait bahaya Covid-19. “Sudah dikasih tahu tapi masih tidak peduli tapi kalau ada yang terpapar takut,” katanya. 

Adnan mengatakan beberapa orang di wilayahnya terpapar Covid-19 dan sedang melakukan isolasi mandiri. Ia pun sudah mengingatkan kepada anggota keluarga yang tidak terpapar untuk tidak serumah yang terpapar namun masih terdapat yang membandel dan tetap tinggal serumah. Ia pun tidak mengumumkan ke masyarakat bahwa terdapat warga yang terpapar sebab dikhawatirkan membuat geger dan membuat drop mental. 

Lurah Babakan Tarogong, Opi Sopandi mengatakan peningkatan kasus Covid-19 di kelurahan terjadi sejak tanggal 7 Juni kemarin. Seluruh warga yang terpapar Covid-19 saat ini sedang menjalani isolasi mandiri.

"Babakan Tarogong asalnya cuma dua dan tiga (kasus) sebelum tanggal 7, setelah 7 agak merangkak dan sampai akhirnya dikisaran 50 tapi mayoritas isoman dan masih tahap penyembuhan," ujarnya saat dihubungi, Selasa (15/6).

Ia menuturkan, mayoritas warga yang positif diduga terpapar Covid-19 dari aktivitas mereka di luar rumah seperti bekerja. Mudik juga turut berkontribusi terhadap peningkatan kasus Covid-19 di Kelurahan Babakan Tarogong.

"Awalnya ada yang bekerja, ditempat bekerja (terpapar) bukan dari rumah ke luar tapi dari luar ke rumah," katanya. Opi melanjutkan para warga mengakali mudik setelah kebijakan larangan mudik selesai.

Ia menuturkan, sebagian warga lainnya terpapar Covid-19 karena sebelumnya berwisata ke sejumlah destinasi. Mayoritas warga yang terpapar merupakan satu keluarga.

"Saya amati dan langsung datang ke terpapar itu kebanyakan satu keluarga. Ada sampai 4 (orang) karena kondisi Babakan Tarogong kepadatan sangat padat," katanya. Bahkan, warga yang melakukan isolasi mandiri tidak memiliki kamar khusus dan masih bersatu dengan anggota keluarga yang lain.

"Untuk isoman tidak punya ruangan khusus kamar karena mereka masih menyatu. Ada juga diungsikan kekeluarganya. Arahan kami kalau kami menyediakan isolasi mandiri cuma tenaga medis siap tidak," ungkapnya.

Ia melanjutkan, kebutuhan makan sehari-hari warga yang terpapar Covid-19 dipenuhi secara swadaya dari masyarakat. Sebab bantuan pemerintah sampai saat ini belum turun. Pihaknya juga terus melakukan sosialisasi protokol kesehatan dan penyemprotan desinfektan.

"Kalau sekarang udah mulai stabil penurunan, yang masih dalam isoman ada yang sudah sembuh," katanya. Meski begitu, pihaknya merasa khawatir karena masih ada warga yang terpapar masih beraktivitas diluar rumah.

"Disamping keluarga sudah mengerti, kadang yang terpapar kadang suka jalan-jalan yang OTG gak kelihatan," katanya.  Ia mengimbau kepada masyarakat jika mendapati gejala Covid-19 maka segera melapor ke puskesmas.

"Kalau penciuman tidak terasan itu mudah tahu segera lapor," katanya. Pihaknya pun masih terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar patuh terhadap protokol kesehatan.

Perbanyak Tempat Isolasi dan Hentikan Mobilitas Warga

Lalu bagaimana cara menghadapi lonjakan Covid-19 varian baru? Menjawab soal ini, epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), dr Riris Andono Ahmad menilai, melonjaknya Covid-19 karena munculnya varian baru juga sebaga akibat lain dari tingginya tingkat kerumunan. Akibatnya, angka reproduksi virus menjadi naik tajam.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM itu menilai, strategi yang paling efektif mengatasinya dengan memisahkan orang sakit atau terinfeksi virus dari populasi. Hal ini penting agar kita bisa terlebih dulu mengurangi jumlah virus yang beredar.

Namun, ia mengingatkan, yang menjadi kendala selama ini kemampuan kita dalam melakukan testing dan melaksanakan isolasi di daerah yang masih lemah. Bahkan, lokasi karantina di daerah-daerah sampai saat ini saja masih sangat terbatas.

"Jika kemampuan ini sulit, maka langkah selanjutnya, jika tingkat paparan masih tinggi dengan cara menghentikan mobilitas warga karena virus itu tidak bergerak ke mana-mana, namun berasal dari mobilitas warga," kata Doni, Rabu (16/6).

Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM, dr Gunadi menerangkan, varian corona Delta memang mendominasi paparan baru. Ini misalnya terjadi di Kudus. Namun, ia mengingatkan, keluarga turut menjadi sumber pembentukan klaster karena terjadinya transmisi lokal.

Gunadi menjelaskan, varian delta ini mampu meningkatkan kemampuan transmisi, mengelabui sistem imun dan varian ini memiliki tingkat transmisi lebih besar. Bahkan, sekitar 41-60 persen dibandingkan varian alpha yang ada di Wuhan.

"Varian itu terus berkembang bisa naik atau menurun, bahkan mampu reinfeksi karena mampu menurunkan respon imun," ujar Gunadi. (Wahyu Suryana)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement