Rabu 16 Jun 2021 21:54 WIB

Pembangunan Itu Junjung Harkat Martabat Orang Asli Papua

Harkat Martabat Orang Asli Papua Dijunjung dennen Pembangunan

Pengendara sepeda motor melintasi ruas jalan Waena-Arso, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (12/06/2021). Dinas PUPR Provinsi Papua membangun peningkatan jalan raya Waena-Arso yang menghubungkan Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom sepanjang 5,8 kilometer dan ditargetkan selesai bulan Juli 2022.
Foto: Antara/Indrayadi TH
Pengendara sepeda motor melintasi ruas jalan Waena-Arso, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (12/06/2021). Dinas PUPR Provinsi Papua membangun peningkatan jalan raya Waena-Arso yang menghubungkan Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom sepanjang 5,8 kilometer dan ditargetkan selesai bulan Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Wataubun, menilai evaluasi terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua merupakan kebutuhan. Evaluasi perlu dilakukan secara menyeluruh terhadap implementasi Otsus, bukan hanya dana tetapi terhadap seluruh aspek.

“RUU Otsus Papua 2021 menjadi kebutuhan mendesak untuk melindungi dan menjunjung harkat dan martabat Orang Asli Papua, percepatan pembangunan kesejahteraan, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan,” kata Komarudin dalam webinar bertajuk “MENYATUKAN HATI, MEMBANGUN PAPUA” yang diselenggarakan Divisi Humas Polri, di Hotel Ambhara, Jakarta, Rabu (16/6) siang.

Menurut Ketua Pansus RUU Otsus Papua di DPR RI itu, penambahan frasa “melindungi dan menjunjung harkat dan martabat Orang Asli Papua” memberi makna filosofis bahwa esensi percepatan pembangunan Papua dibutuhkan untuk peningkatan kualitas hidup orang Papua serta masyarakat Papua pada umumnya, bukan sekedar dipahami dalam perspektif “korban” kebijakan pertahanan/keamanan (terutama di masa lalu).

Selaku anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Komarudin Wataubun menguraikan ada enam usulan yang diajukan fraksinya dalam evaluasi Otsus Papua itu, yaitu: Satu. Dana Otsus diambah. Dua, difokuskan pada pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Tiga, pemekaran wilayah untuk pemerataan. Empat, pembentukan Badan Otonomi Khusus Papua. Lima, Pembentukan Partai Politik Lokal; dan 6. Secara parsial pemilihan Kepala Daerah (gubernur/bupati/walikota) oleh DPR Papua.

“Stop mencari kambing hitam atas ‘lambat’ atas lambat atau tidak idealnya Otsus selama 20 tahun, kembalikan pada nurani untuk tidak koruptif, tidak manipulatif, berkorban untuk masa depan anak cucu, demi masa depan Papua yang damai dan sejahtera,” tutur Komarudin Wataubun.

Pendekatan Lunak

Sebelumnya Kadiv Humas Polri Irjen Pol Prabowo Argo Yuwono dalam sambutannya menekankan arahan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, bahwa seluruh bangsa mencitai Papua sehingga seluruh jajaran Satgas Operasi Nemangkawi agar selalu solid dan sinergi untuk menjaga wilayah yang berada di ujung Timur Indonesia itu.

“Yakinkan kepada masyarakat sehingga pendekatan soft approach terus dilakukan walaupun terhadap gangguan keamanan dilakukan tindak hukum secara terukur dan tegas,” kata Argo mengutip arahan Kapolri kepada Stgas Operasi Nemangkawi.

Dengan demikian, lanjut Kadiv Humas Polri, untuk dapat keluar dari permasalahan di Papua adalah dengan menyatukan hati disertai denan ketegasan atas ancaman Kamtibmas, yang pada gilirannya akan mempermudah jalannya pembangunan di tanah Papua.

“Mari satukan hati, untuk membangunan Papua yang kita cintai,” seru Argo mengakhiri sambutannya.

Sementara Staf Ahli Menteri PPN/Kepala Bappenas Chairil Abdini mengingatkan, sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

“Dalam Inpres ini ditegaskan mengenai Rencana Aksi Pembangunan Kesjahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam semangat tranformasi otonomi khusus berlandaskan pendekatan afirmatif, holistik, berkesetaraan gender, dan kontekstual Papua,” terang Chairil.

Adapun sosiolog Universitas Indonesia Prof. Dr. Paulus Wirutomo mengatakan, bahwa membangun Papua sudah menjadi isu internasional. Karena itu, persoalannya bukan hanya menyatukan hati, bukan hanya dengan rasionalitas, tetapi kata kuncinya adalah political will.

“Pembangunan untuk rakyat mayoritas harus segera dimulai agar pemerintah tidak terjebak dengan tuntutan-tuntutan politis kelas elit menengah (soal pelanggaran HAM, dialog, dan referendum),” ujarnya. 

sumber : rilis
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement