Rabu 16 Jun 2021 20:43 WIB

Pokja Genetik UGM: Vaksin Masih Mampu Hadapi Varian Delta

Vaksin memberikan perlindungan dibanding mereka yang tidak divaksinasi.

Sejumlah pasien COVID-19 naik ke bus sekolah saat akan dipindahkan dari Kudus di Jawa Tengah, Senin (7/6/21). Sebanyak 23 pasien COVID-19 yang terdiri Aparatur Sipil Negara dan keluarganya di Kudus dipindahkan ke tempat karantina terpusat di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah guna mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik serta mencegah penularan COVID-19 yang lebih luas.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Sejumlah pasien COVID-19 naik ke bus sekolah saat akan dipindahkan dari Kudus di Jawa Tengah, Senin (7/6/21). Sebanyak 23 pasien COVID-19 yang terdiri Aparatur Sipil Negara dan keluarganya di Kudus dipindahkan ke tempat karantina terpusat di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah guna mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik serta mencegah penularan COVID-19 yang lebih luas.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA  -- Ketua Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gunadi menyebutkan vaksinasi Covid-19 masih mampu memproteksi manusia dari paparan virus Corona B.1.617.2 atau varian Delta. Vaksin memberikan perlindungan dibandingkan mereka yang tidak divaksinasi.

"Dibandingkan yang tidak divaksinasi dengan yang sudah divaksinasi dosis pertama maupun dosis kedua, ternyata tetap ada efek protektifnya (terhadap varian Delta) secara umum," kata Gunadi dalam webinar "Varian Virus Corona Delta di Kudus: Kenali dan Tingkatkan Kesiapan Diri, Komunitas dan Sistem Pelayanan Kesehatan" dipantau di Yogyakarta, Rabu.

Baca Juga

Menurut dia, merujuk penelitian di Inggris terhadap para penerima vaksin Pfizer maupun AstraZeneca, vaksinasi masih efektif menangkal varian Delta. Dosis kedua lebih efektif memberikan proteksi terhadap paparan varian Delta dibandingkan dosis pertama "Tetapi dosis pertama jauh lebih baik dibandingkan tanpa divaksinasi," kata dia.

Meski demikian, di sisi lain, ia juga menyebut varian Delta memiliki potensi menurunkan respons imun kendati pasien telah divaksinasi Covid-19 baik pertama maupun kedua."Setelah tiga bulan (vaksinasi kedua) beberapa pasien (antibodinya) betul-betul turun di bawah 40 konsentrasinya, sehingga ini dianggap implikasinya apakah perlu diberikan 'booster' di kemudian hari," ujar dia.

Varian Delta, kata Gunadi, memiliki potensi menurunkan respons imun lebih tinggi dibandingkan SARS-CoV-2 varian alpha (B.1.1.7) yang pertama kali terdeteksi di Inggris, meski menyerupai varian beta atau B1351 untuk kemampuannya menurunkan respons imun.

Sementara, berdasarkan faktor usia, ia menyebut semakin tua usia penderita, maka penurunan respons imun semakin besar. Menurut Gunadi, diperlukan peningkatan kewaspadaan terhadap varian virus Corona yang telah ditetapkan WHO menjadi Variant of Concern (VoC) pada 31 Mei 2021. Apalagi, varian ini terbukti memicu peningkatan kasus Covid-19 di Kudus, Jawa Tengah beberapa waktu lalu."Berdasarkan kalkulasi matematika para ahli menyimpulkan bahwa transmisi varian Delta 41 sampai 60 persen lebih menular dibandingkan varian Alpha. Padahal varian Alpha dulu disebutkan 70 persen lebih transmisiable dibandingkan yang ada di Wuhan," kata dia.

Pakar Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad mengatakan agar benar-benar aman dari transmisi COVID-19, diperlukan restriksi (pembatasan) mobilitas setidaknya dua kali waktu periode infeksius atau sekitar tiga minggu. Namun demikian, ketika kasus penularan sudah terjadi di banyak tempat penghentian mobilitas skala mikro tidak akan mampu menurunkan penularan karena penularan sudah terjadi di tempat-tempat lain.

"Kalau penularan sudah meluas kita perlu menghentikan mobilitas di satuan wilayah epidemiologi di mana populasi berada," ujar Riris.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement