Selasa 15 Jun 2021 18:44 WIB

Tren Restrukturisasi Turun, Sinyal Ekonomi Mulai Pulih

Restrukturisasi turun dari Rp 900 T di awal 2020 jadi Rp 775 T per April 2021.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. OJK mencatat tren penurunan restrukturisasi kredit.
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. OJK mencatat tren penurunan restrukturisasi kredit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit menunjukkan tren penurunan. Hal ini dinilai menjadi sinyal pemulihan ekonomi.

OJK mencatat, restrukturisasi kredit sebesar Rp 775,32 triliun kepada 5,29 juta debitur per April 2021. Adapun realisasi ini menurun dibandingkan sebelumnya sebesar Rp 900 triliun pada awal tahun lalu. 

Baca Juga

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, realisasi restrukturisasi kredit juga menurun Rp 32,68 triliun dari posisi Maret 2021 sebesar Rp 808 triliun. "Tren restrukturisasi kredit mulai berkurang. Awalnya Rp 900 triliun, sekarang sudah turun di bawah Rp 800 triliun atau Rp 775 triliun," ujar Wimboh saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR seperti dikutip Selasa (15/6).

Wimboh merinci realisasi sebesar Rp 299,15 triliun kepada 3,71 juta debitur UMKM dan Rp 476,16 triliun kepada 1,58 juta debitur non UMKM. Kemudian restrukturisasi perusahaan pembiayaan sebesar Rp 203 triliun kepada 5,2 juta debitur.

Menurut Wimboh, penurunan angka restrukturisasi kredit tersebut menandakan pemulihan sejumlah sektor perekonomian. "Masih terdapat beberapa sektor yang masih memiliki beban berat terutama yang bergantung pada mobilitas, salah satunya sektor pariwisata yang masih terus turun seiring menurunnya turis asing," ucapnya.

Wimboh menyebut sektor yang masih terpuruk tersebut masuk dalam kategori sektor slow starter atau sektor yang terjatuh dalam akibat pandemi Covid-19 dan belum sepenuhnya pulih. Adapun sektor tersebut meliputi, perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa-jasa.

"Kami identifikasi sektor itu dan pelaku usahanya hanya mau bertahan. Jangan diharapkan dapat menyerap kredit secara besar karena memang tidak perlu," kata Wimboh.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement