Selasa 15 Jun 2021 15:07 WIB

Al Irsyad Tolak PPN Pendidikan

PPN Pendidikan ditolak Al Irsyad

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
 Al Irsyad Tolak PPN Pendidikan. Foto: Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Faisol Nasar bin Madi
Foto: Republika/Fuji E Permana
Al Irsyad Tolak PPN Pendidikan. Foto: Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Faisol Nasar bin Madi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau sekolah. Hal ini tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diajukan pemerintah dan akan dibahas dengan DPR. 

Ketua Umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah Dr Faisol Nasar bin Madi mengatakan, pendidikan bagi warga negara Indonesia bukan sekadar hak, negara telah menetapkan bahwa pendidikan dasar dan menengah adalah kewajiban bagi warga negara Indonesia. Konsekuensinya, pemerintah memiliki kewajiban untuk sepenuhnya menanggung biaya pendidikan dasar dan menengah, sambungnya.

Baca Juga

“Hal ini selaras dengan perintah konstisusi. UUD 1945 pasal 31 mengharuskan negara menanggung pendidikan warga negaranya. Karena itulah, negara sudah lama menetapkan bahwa 20 persen APBN adalah untuk penyelenggaraan pendidikan,” tegasnya, Senin (14/6).

Al Irsyad Al Islamiyyah memiliki ratusan sekolah, hingga ke pelosok tanah air, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Bersama ormas Islam lain, sumbangsih Al Irsyad untuk memandaikan anak bangsa tidak diragukan, bahkan sejak pemerintah belum sepenuhnya bisa membangun dan menjalankan pendidikan secara baik, kata Faisol. 

“Saat ini, ormas yang menjalankan pendidikan sedang mengalami kesulitan akibat Pandemi. Pemasukan dari iuran sekolah menurun drastis. Sementara biaya operasional pendidikan seperti gaji guru dan karyawan, operasional sekolah, perawatan dan pengembangan, tidak pernah turun. Jika harus membayar pajak pendidikan maka ormas pengelola pendidikan akan makin berat,” tuturnya. 

“Pemberlakuan pajak pendidikan akan makin menarik dunia pendidikan ke dalam sistem ekonomi liberal. Basis penyelenggaraan pendidikan tidak lagi mendidik anak-anak untuk lebih pintar dan berakhlak, karena ada kemungkinan penyelenggaraan pendidikan semata-mata hanya sebagai alat ekonomi bisnis,” pungkasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement