Selasa 15 Jun 2021 09:58 WIB

Publik Berhak Tahu Dokumen RUU KUP, Jangan Sembunyikan

Hati-Hati dengan pengenaan pajak: No Taxation Without Representation

Pedagang sembako dan sayuran melayani pembeli di Pasar Subuh, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (11/6/2021). Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan, dengan berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk 13 kategori bahan pokok.
Foto: ANTARA/ADENG BUSTOMI
Pedagang sembako dan sayuran melayani pembeli di Pasar Subuh, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (11/6/2021). Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan, dengan berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk 13 kategori bahan pokok.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: DR Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies 

Terkait rencana kenaikan dan perluasan PPN, sebaiknya pemerintah bersikap jujur agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik, apalagi terkesan ngeles sana, ngeles sini. Bahkan ada yang menyalahkan publik. Ada yang beralasan, baru draft, belum final, tidak ada kata-kata sembako, tidak dikenakan dalam waktu dekat, dan sebagainya. Intinya jawaban terkesan buzzer.

Rancangan Undang-Undang (RUU) memang belum final sebagai UU karena harus dibahas dengan DPR. Tetapi, RUU adalah sebuah rancangan dan konsep FINAL. Kalau disetujui oleh DPR maka akan jadi UU. Jawaban “ini baru draft” dapat dianggap sebagai upaya “membodohi “ dan “membohongi” publik. Upaya untuk tidak jujur kepada publik.

Selain itu, juga beredar selebaran yang isinya mengatakan bahwa di dalam RUU tidak ada kata-kata PPN akan dikenakan pada sembako, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Memang benar tidak dikatakan secara eksplisit, bahwa sembako akan dikenakan PPN.

Tetapi, di dalam RUU tentang perpajakan ini (KUP) beberapa barang yang sebelumnya tidak kena pajak dinyatakan secara eksplisit akan dihapus. Artinya, dapat menjadi barang kena pajak: dapat dikenakan PPN.

Barang-barang tersebut antara lain “barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya” dan  “barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak” (pasal 4A ayat 2 huruf a dan huruf b).

Selain itu, beberapa jasa yang sebelumnya tidak kena pajak rencananya juga akan dihapus sehingga menjadi barang kena pajak, dan dapat dikenakan PPN.

Antara lain, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, Jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan wesel pos. Pasal 4A ayat 3.

Rencana penghapusan barang  tidak kena pajak seperti disebut di atas, sehingga akan menjadi barang kena pajak dan dapat dikenakan PPN, tertuang di rancangan undang-undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang beredar di masyarakat. Istilah Menkeu, dokumen publik bocor.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement