Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ais abila

Penanganan Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Syariah

Agama | Monday, 14 Jun 2021, 15:17 WIB
Bentuk penilaian tingkat kesehatan dari suatu bank antara lain dapat dilihat dari perkembangan aktiva produktif bermasalah dibandingkan dengan aktiva produktif yang dimilikinya. Secara kuantitatif perbandingan tersebut umumnya diwujudkan dalam bentuk rasio pembiayaan aktiva bermasalah atau sering diistilahkan dengan pembiayaan bermasalah (non performing financings-NPFs), yang di bank konvensional sering disebut dengan non-performing loan (NPL). Rasio pembiayaan bermasalah ini menjadi salah satu indikator penilaian terhadap perbankan syariah dalam mengelola penyaluran pembiayaannya.Bank Syariah sebagai Lembaga intermediasi, melakukan kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk simpanan, juga menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan (financing). Instrumen bunga yang digunakan oleh bank konvensional diganti dengan akad-akad transaksi berdasarkan prinsip Syariah. Pembiayaan merupakan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.Pembiayaan Bermasalah di Bank SyariahSecara umum pengertian pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang diakibatkan oleh nasabah yang tidak menempati jadwal pembayaran angsuran dan tidak memenuhi persyaratan yang tertuang dalam akad. Mahmoeddin mengemukakan pengertian pembiayaan bermasalah lebih spesifik lagi, yaitu pembiayaan yang kurang lancar, dimana nasabahnya tidak memenuhi persyaratan yang telah dituangkan dalam akad, pembiayaan yang tidak menempati jadwal angsuran, sehingga terjadinya penunggakan. Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang tidak menempati janji pembayaran, sehingga memerlukan tindakan hukum untuk menagihnya, kemudian mahmoedin juga menyimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang berpotensi untuk merugikan bank sehingga berpengaruh terhadap kesehatan bank itu sendiri.Kualitas pembiayaan pada hakikatnya didasarkan atas risiko terhadap kepatuhan nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Hal ini sebagaimana mengacu pada ketentuan PBI No.9/9/PBI/2007 dan PBI No.10/24/PBI/2008 tentang penetapan kualitas pembayaran, yang kualitas pembayaran dinilai berdasarkan aspek prospek usaha, kinerja nasabah dan kemampuan membayar. Penetapan kualitas tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian komponen serta relevansinya dari faktor penilaian terhadap karakteristik penetapan pembayaran angsuran nasabah tersebut. Pembiayaan bermasalah cenderung lebih beresiko terjadi pada produk-produk dengan presentase alokasi dana yang tinggi seperti pembiayaan murabahah.Secara spesifik, risiko yang terjadi pada pembiayaan murabahah di antaranya terkait

Bentuk penilaian tingkat kesehatan dari suatu bank antara lain dapat dilihat dari perkembangan aktiva produktif bermasalah dibandingkan dengan aktiva produktif yang dimilikinya. Secara kuantitatif perbandingan tersebut umumnya diwujudkan dalam bentuk rasio pembiayaan aktiva bermasalah atau sering diistilahkan dengan pembiayaan bermasalah (non performing financings-NPFs), yang di bank konvensional sering disebut dengan non-performing loan (NPL). Rasio pembiayaan bermasalah ini menjadi salah satu indikator penilaian terhadap perbankan syariah dalam mengelola penyaluran pembiayaannya.

Bank Syariah sebagai Lembaga intermediasi, melakukan kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk simpanan, juga menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan (financing). Instrumen bunga yang digunakan oleh bank konvensional diganti dengan akad-akad transaksi berdasarkan prinsip Syariah. Pembiayaan merupakan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.

Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah

Secara umum pengertian pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang diakibatkan oleh nasabah yang tidak menempati jadwal pembayaran angsuran dan tidak memenuhi persyaratan yang tertuang dalam akad. Mahmoeddin mengemukakan pengertian pembiayaan bermasalah lebih spesifik lagi, yaitu pembiayaan yang kurang lancar, dimana nasabahnya tidak memenuhi persyaratan yang telah dituangkan dalam akad, pembiayaan yang tidak menempati jadwal angsuran, sehingga terjadinya penunggakan. Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang tidak menempati janji pembayaran, sehingga memerlukan tindakan hukum untuk menagihnya, kemudian mahmoedin juga menyimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang berpotensi untuk merugikan bank sehingga berpengaruh terhadap kesehatan bank itu sendiri.

Kualitas pembiayaan pada hakikatnya didasarkan atas risiko terhadap kepatuhan nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Hal ini sebagaimana mengacu pada ketentuan PBI No.9/9/PBI/2007 dan PBI No.10/24/PBI/2008 tentang penetapan kualitas pembayaran, yang kualitas pembayaran dinilai berdasarkan aspek prospek usaha, kinerja nasabah dan kemampuan membayar. Penetapan kualitas tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian komponen serta relevansinya dari faktor penilaian terhadap karakteristik penetapan pembayaran angsuran nasabah tersebut. Pembiayaan bermasalah cenderung lebih beresiko terjadi pada produk-produk dengan presentase alokasi dana yang tinggi seperti pembiayaan murabahah.

Secara spesifik, risiko yang terjadi pada pembiayaan murabahah di antaranya terkait dengan barang yang timbul karena kehilangan atau kerusakan dari waktu pembelian sampai waktu pengiriman. Kemudian risiko yang terkait dengan penolakan atau pembatalan pembelian barang oleh nasabah. Selanjutnya risiko yang terkait dengan pembayarannya yang terjadi apabila nasabah tidak membayar penuh atau sebagian dari uang muka, sebagaimana yang telah direncanakan dalam kontrak pembiayaan.Sebab-sebab Pembiayaan BermasalahBerdasarkan pasal 23 dan penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 terkait Perbankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa penyaluran dana oleh bank syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus benar-benar memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat.Secara umum pembiayaan bermasalah dapat terjadi dikarenakan oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Munculnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan juga pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstren merupakan faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan.Strategi Penyelesaian Pembiayaan BermasalahSecara garis besar, usaha penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dibedakan berdasarkan kondisi hubungannya dengan nasabah debitur, apakah ia bersifat kooperatif atau tidak. Apabila dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur masih kooperatif, sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara Kerjasama antara debitur dan bank, dalam hal ini disebut sebagai “penyelesaian secara damai atau “penyelesaian secara persuasif”. Namun apabila dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur tidak kooperatif lagi, sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara pemaksaan dengan melandaskan pada hak-hak yang dimiliki oleh bank, dalam hal ini disebut “penyelesaian secara paksa”.Penyelamatan Pembiayaan BermasalahPenyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik. Namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya.Idealnya, pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah bisa berjalan dengan lancar. Nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam akad. Akan tetapi dalam pelaksanaannya nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang berakibat pada

dengan barang yang timbul karena kehilangan atau kerusakan dari waktu pembelian sampai waktu pengiriman. Kemudian risiko yang terkait dengan penolakan atau pembatalan pembelian barang oleh nasabah. Selanjutnya risiko yang terkait dengan pembayarannya yang terjadi apabila nasabah tidak membayar penuh atau sebagian dari uang muka, sebagaimana yang telah direncanakan dalam kontrak pembiayaan.

Sebab-sebab Pembiayaan Bermasalah

Berdasarkan pasal 23 dan penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 terkait Perbankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa penyaluran dana oleh bank syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus benar-benar memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat.

Secara umum pembiayaan bermasalah dapat terjadi dikarenakan oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Munculnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan juga pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstren merupakan faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan.

Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Secara garis besar, usaha penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dibedakan berdasarkan kondisi hubungannya dengan nasabah debitur, apakah ia bersifat kooperatif atau tidak. Apabila dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur masih kooperatif, sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara Kerjasama antara debitur dan bank, dalam hal ini disebut sebagai “penyelesaian secara damai atau “penyelesaian secara persuasif”. Namun apabila dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur tidak kooperatif lagi, sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara pemaksaan dengan melandaskan pada hak-hak yang dimiliki oleh bank, dalam hal ini disebut “penyelesaian secara paksa”.

Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Penyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik. Namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya.

Idealnya, pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah bisa berjalan dengan lancar. Nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam akad. Akan tetapi dalam pelaksanaannya nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang berakibat pada tidak atau kurang lancarnya pembiayaan, yang bisa berujung pada kerugian bagi pihak bank syariah dan tidak menutup kemungkinan kerugian pada pihak nasabah jika terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan melakukan upaya untuk menangani pembiayaan bermasalah tersebut.Pengelolaan bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan dapat meminimalisir potensi kerugian yang akan terjadi. Pengelolaan tersebut antara lain dilakukan melalui restrukturisasi pembiayaan. Pelaksanaan restrukturisasi pada bank, harus tetap memenuhi prinsip syariah disamping itu mengacu kepada prinsip ketaatan yang bersifat universal yang berlaku pada industri perbankan. Selain itu, aspek kebutuhan dan kesesuaian dengan perkembangan industri perbankan syariah menjadi pertimbangan dalam penyempurnaan ketentuan mengenai restrukturisasi pembiayaan di bank syariah dan unit usaha syariah.Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan berdasarkan peraturan bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia Nomor 10/BI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi bank syariah dan unit usaha syariah.

tidak atau kurang lancarnya pembiayaan, yang bisa berujung pada kerugian bagi pihak bank syariah dan tidak menutup kemungkinan kerugian pada pihak nasabah jika terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan melakukan upaya untuk menangani pembiayaan bermasalah tersebut.

Pengelolaan bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan dapat meminimalisir potensi kerugian yang akan terjadi. Pengelolaan tersebut antara lain dilakukan melalui restrukturisasi pembiayaan. Pelaksanaan restrukturisasi pada bank, harus tetap memenuhi prinsip syariah disamping itu mengacu kepada prinsip ketaatan yang bersifat universal yang berlaku pada industri perbankan. Selain itu, aspek kebutuhan dan kesesuaian dengan perkembangan industri perbankan syariah menjadi pertimbangan dalam penyempurnaan ketentuan mengenai restrukturisasi pembiayaan di bank syariah dan unit usaha syariah.

Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan berdasarkan peraturan bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia Nomor 10/BI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi bank syariah dan unit usaha syariah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image