Selasa 15 Jun 2021 02:47 WIB

Seminar Internasional untuk Tingkatkan Wawasan Advokat

Peradi gandeng IBA dan ELF untuk meningkatkan kualitas para advokat.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan.
Foto: Dok
Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menggelar seminar internasional bertajuk New Opportunities and Challenges in International Practice: Globalisation and Professional Ethics yang dihelat secara hybrid di Jakarta pada Senin (14/6).

Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan, menyampaikan, pihaknya menggandeng International Bar Association (IBA) dan European Lawyers Foundation (ELF) untuk meningkatkan kualitas dan wawasan para advokat. Sejumlah praktisi hukum ternama dari Indonesia dan mancanegara, yaitu Argentina, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belgia, dan Rwanda menjadi narasumber. 

Menurut dia, para pembicara menyampaikan perkembangan hukum global dan peran penting advokat dalam menangani masalah hukum. Otto menyebut, baik dari segi teori maupun praktik, khususnya tantangan dan kesempatan bagi praktisi hukum diajarkan untuk berkontribusi dan berkembang di tengah berbagai dinamika perubahan hukum dan pesatnya teknologi.

"Mengenai arbitrasi dan teknologi karena kita tahu bahwa dengan berkembangnya teknologi itu, banyak dari bagian-bagian dari pekerjaan lawyer itu mulai terambil," kata Otto dalam siaran di Jakarta, Senin.

Dalam seminar itu, kata dia, para pembicara memberikan analisis kemungkinan semua bagian pekerjaan advokat bisa diambil pihak lain seiring pesatnya perkembangan teknologi. "Tadi dari pembicara sudah menyampaikan pendapatnya bahwa tidak semuanya," kata Otto.

Pesatnya perkembangan teknologi, sambung dia, pengaruhnya harus disikapi secara tepat. Salah satunya terhadap kode etik profesi advokat Peradi. Hal itu menjadi pembahasan menarik para praktisi hukum, terutama kajian dari IBA principles on professional ethics.

Otto melanjutkan, ‎ada beberapa kode etik advokat di setiap negara. Misalnya Indonesia yang melarang advokat atau firma hukum untuk beriklan. "Lawyer itu enggak bisa bilang pengacara 24 jam, itu enggak ada iklan seperti itu. Tetapi kalau kita pergi ke Amerika, langsung mendarat di situ, langsung ada unit lawyer fee per hours dan sebagainya. Jadi ada yang beda ya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement