Sabtu 12 Jun 2021 02:10 WIB

Temuan Mayat Bayi di Bekasi Diduga Hasil Hubungan Inses

Bayi yang baru dilahirkan dan terlilit tali pusar dibuang di selokan.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Kaki Bayi
Foto: Pixabay
Ilustrasi Kaki Bayi

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Asal muasal mayat bayi yang ditemukan di Kelurahan Bintara Jaya Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, masih diselimuti misteri. Informasi yang beredar menyebut jasad bayi berjenis kelamin perempuan itu merupakan hasil hubungan terlarang kakak beradik yang belum lama bermukim di RT 04 RW 01, Kelurahan Bintara Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.

“Kita sudah melakukan penyelidikan ada satu yang diamankan, masih ada hubungan sedarah dengan ibu yang melahirkan bayi tersebut,” kata Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Aloysius Suprijadi, Jumat (11/6).

Baca Juga

Suprijadi menuturkan kedua saudara sedarah itu, melakukan hubungan terlarang yang menghasilkan seorang bayi. Namun, bayi yang baru dilahirkan dan terlilit tali pusar itu dibuang di selokan bekas milik sebuah perusahaan real estate. 

“Dua tersangka itu sudah ditahan untuk pendalaman penyidikan,” terang dia.

Hubungan sedarah atau inses adalah hal yang ilegal dan tak lazim. Sekretaris II Asosiasi Seksologi Indonesia, dr Oka Negara, M.Biomed, FIAS, menjelaskan, ada banyak faktor yang menjadi penyebab hubungan abnormal tersebut.

“Mulai dari ketidaktahuan dan kurangnya edukasi seksual, situasional, remodelling, pemaksaan, stockholm syndrome, dan lain-lain,” kata dr Oka saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (11/9).

Oka menyebut, rendahnya tingkat ekonomi dan pendidikan pelaku inses juga dapat menjadi faktor penyebab lainnya. “Apalagi jika menjadi soliter jauh dari aktivitas luar, membuat jadi kurang pengetahuan seksual dan relatif sedikit relasi dengan orang luar, akhirnya pilihan partner seksual terbatas. Sehingga terjadi inses,” terangnya.

Dosen di Departemen Andrologi dan Seksologi FK Udayana ini juga mengatakan, pihak perempuan dalam hal ini rentan mengalami trauma. Terlebih jika hubungan sedarah itu dilakukan dengan pemaksaan atau pemerkosaan.

“Di samping risiko medis, juga risiko psikososial. Apalagi jika inses awalnya dilakukan dengan pemaksaan atau perkosaan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement