Jumat 11 Jun 2021 17:14 WIB

LSF Gandeng UMM Perkuat Literasi Film

Banyak program UMM bisa dikolaborasikan termasuk rencana membuka kelas film.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia menggelar seminar nasional perfilman.
Foto: Dokumen.
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia menggelar seminar nasional perfilman.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melanjutkan kerja samanya dengan menggandeng Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia. Kerja sama ini bertujuan untuk berkolaborasi dalam penguatan literasi film.

Menandai kegiatan pertama kerja sama kedua pihak, Komunikasi UMM dan LSF menggelar seminar nasional perfilman, Rabu (9/7). Agenda yang diadakan secara daring dan luring ini mengangkat tema 'Sensor Film di Antara Kebebasan Berkreasi dan Menjaga Budaya Bangsa'.

Ketua Prodi Komunikasi UMM, M Himawan Sutanto menyatakan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan MoU yang dilangsungkan kedua pihak bulan lalu di Jakarta. Selain seminar bersama, kerja sama juga meliputi penguatan kapasitas tenaga sensor, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

"Kemudian pemagangan, penguatan gerakan Desa Sensor Mandiri serta sedang dijajaki sertifikasi untuk tenaga sensor film," kata dia.

Ia menegaskan, program-program bersama LSF merupakan langkah awal dari hasil kerja sama keduanya. Selanjutnya, sebagaimana arahan rektor, Prodi Komunikasi UMM dan LSF akan mewujudkan kerja sama ini untuk memperkuat Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Rektor UMM Fauzan mendukung agar Komunikasi UMM menindaklanjuti kerja sama dengan LSF lebih produktif lagi. Banyak program UMM yang bisa dikolaborasikan termasuk rencana membuka kelas film. Kelas ini bisa diambil oleh mahasiswa dari jurusan apapun asal memiliki minat yang kuat.

Adapun Ketua LSF, Rommy Fibri Hardianto tak menampik, kampus bisa menjadi entitas strategis dalam menggalakkan kajian kritis sekaligus mendorong literasi publik pada film. LSF tidak akan mampu menjangkau semua film yang diproduksi untuk disensornya.

Maka itu, lembaganya  memerlukan mitra strategis seperti Komunikasi UMM. Saat ini, kata Rommy, Indonesia sedang terjadi tsunami tontonan. Masyarakat dibanjiri dengan film-film yang hadir di berbagai platform yang berbeda.

Tidak hanya di bioskop dan televisi, di platform digital publik justru lebih bebas memilih. “Di sinilah urgensinya sensor mandiri. Masyarakatlah yang harus memilih dan memilah sendiri tontonan yang sehat untuk diri sendiri dan keluarganya,” ujar dia.

LSF mulai tahun ini akan memasifkan gerakan Sensor Mandiri. Gerakan tersebut akan dimulai dengan mengajak masyarakat untuk ikut menjadi bagian dari khalayak film yang kritis. LSF tidak akan lagi menjadi tukang potong film tetapi berdialog dengan produser untuk menentukan batas usia penonton.

"Lalu mendiskusikan mengenai adegan yang perlu direvisi atau dihilangkan, sampai menemukan titik temu yang tidak mengganggu jalan cerita film tetapi juga tetap menjaga nilai-nilai budaya bangsa kita,” kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement