Jumat 11 Jun 2021 17:25 WIB

Kejakgung Upayakan Sita Perusahaan Milik Tersangka Asabri

Tim penyidikan masih meneliti status kepemilikan mayoritas perusahaan milik tersangka

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah).
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) merencanakan menyita perusahaan-perusahaan milik para tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, dengan menyita badan hukumnya, otomatis dapat menyita aset-aset yang terikat kepemilikannya pada perusahaan milik para tersangka tersebut.

Ali menerangkan, menyita perusahaan milik tersangka korupsi, diatur dalam Pasal 18 UU Tipikor 31/1999. “Kalau menyita perusahaannya, kan berikut asetnya. Kalau asetnya saja, nggak berikut perusahaannya,” kata Ali, saat ditemui Republika, di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Jumat (11/6). 

Ali menerangkan, upaya penyitaan perusahaan milik tersangka Asabri, sebetulnya pernah diterapkan saat penuntutan terdakwa korupsi, dan TPPU kasus PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,8 triliun. Terutama, kata Ali, perusahaan-perusahaan milik terdakwa swasta, Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat.

Tetapi dalam kasus Jiwasraya, tuntutan perampasan perusahaan-perusahaan milik bos PT Hanson Internasional (MYRX), dan PT Trada Alam Minera (TRAM) tersebut, tak dikabulkan oleh majelis hakim. “Kita hormati pendapat (keputusan hakim),” kata Ali. 

Namun begitu, Ali mengatakan, terkait kasus Jiwasraya, upaya kasasi, masih memungkinkan para hakim Mahkamah Agung (MA) mengabulkan tuntutan jaksa, menyita perusahaan-perusahaan milik dua terdakwa tersebut. 

Jika masih tak dikabulkan, Ali mengatakan, masih ada pengajuan kembali rencana penuntutan terhadap Benny Tjokro, dan Heru Hidayat dalam kasus Asabri. Namun, Ali menerangkan, sampai saat ini, tim penyidikannya di Jampidsus, belum ada melakukan penyitaan perusahaan milik para tersangka. 

Kata dia, tim penyidikannya masih meneliti status kepemilikan mayoritas, perusahaan-perusahaan milik para tersangka. “Kalau (kepemilikannya) mayoritas, 51 persen, itu (dapat) kita lakukan sita,” kata Ali. 

Sementara ini, Jampidsus sudah menetapkan sembilan tersangka perorangan dalam kasus Asabri. Dalam kasus tersebut, menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merugikan keuangan negara Rp 22,78 triliun. Selain Benny Tjokro, dan Heru Hidayat, dalam kasus Asabri, Jampidsus juga menetapkan dua orang tersangka swasta lainnya, yakni Lukman Purnomosidi, bos di PT Prima Jaringan,  dan Jimmy Sutopo, bos di PT Jakarta Emiten Investor Relationship.

Adapun tersangka dari jajaran direksi Asabri, yakni Sonny Widjaja, Adam Rachmat Damiri, Hari Setiono, dan Bachtiar Effendi, serta Ilham Wardhana Siregar. Dari sembilan tersangka tersebut, penyidikan di Jampidsus masif melakukan sita yang saat ini ditaksir setotal Rp 13,5 triliun. 

Direkstur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah meyakinkan, nilai aset sitaan tersangka Asabri, akan setara dengan nilai kerugian negara. Karena kata dia, aset-aset sitaan tersebut, akan dirampas negara untuk menjadi sumber pengganti kerugian negara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement