Kamis 10 Jun 2021 11:31 WIB

Beribadah Hingga Datangnya Yakin

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).(Qs. Al-Hijr/ 99)

Ibadah (Ilustrasi).
Foto:

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Mungkin dalam benak, kita akan berpikir, mengapa Nabi Ibrahim as berani mempertanyakan sesuatu yang sebenarnya pasti ia tahu bahwa Allah memang mampu menghidupkan dan mematikan? Nabi Ibrahim as seolah memberi teladan untuk kita semua bahwa ‘keyakinan’ manusia tak cukup hanya sampai di titik ‘ilmu’ saja. Melainkan harus diperkuat dengan penglihatan, hingga hati Nabi Ibrahim pun menjadi mantap. 

Karenanya terkait yakin, al-Qur’an menyebut tiga macam yakin, yaitu ‘ilm yaqin, ‘ain al-yaqin—yang keduanya disebut dalam Qs. Al-Takatsur/ 102: 5. Juga satu lagi, haq al-yaqin dalam Qs. Al-Haqqah/ 69: 51, dan al-Waqi’ah/ 56: 95. Terkait definisi ketiga jenis yakin, para ulama berbeda pendapat. Sederhananya, kita bisa mengartikan tiga jenis yakin itu dengan kata yang disandingkan bersama dengan kata ‘yakin’. ‘Ilm yaqin ialah pengetahuan yang demikian mantap sehingga menampik segala keraguan tetapi baru sebatas apa yang ada di dalam benak, belum dibuktikan pandangan mata. Kalau pengetahuan itu sudah dikukuhkan oleh pandangan mata, terlihat secara jelas dan tersurat, maka itu adalah ‘ain al-yaqin. Sedikit berbeda dengan Quraish Shihab dalam Kosakata Keagamaan, ia memaparkan bahwa ‘ain al-yaqin bukan hanya keyakinan yang mencakup penglihatan (organ) mata, namun juga mantap secara hati/ batin.

Ibn Taimiyah mengemukakan bahwa ‘ilm yaqin diketahui melalui informasi, analogi dan argumentasi, sedang ‘ain al-yaqin adalah yang disaksikan oleh mata kepala. Sementara haq al-yaqin adalah tingkatan tertinggi. Keyakinan yang hadir setelah berinteraksi dengannya, menemukan dan merasakan.

 

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement