Rabu 09 Jun 2021 12:23 WIB

Investasi Stagnan, Industri Hulu Migas Butuh Insentif Fiskal

Menurut MacKenzie, iklim investasi migas Indonesia berada di bawah rata-rata global.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Ladang pengeboran migas (ilustrasi)
Foto: AP PHOTO
Ladang pengeboran migas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Petroleum Association (IPA) mendorong pemberian insentif fiskal untuk mendorong investasi sektor hulu migas dan mengejar target produksi satu juta barel pada 2030. Setidaknya, ada perbaikan kebijakan yang dilakukan Kementerian ESDM dan pemangku kepentingan sektor lainnya.

Presiden IPA Gary Selbie mengatakan, demi mencapai target sektor hulu migas maka dibutuhkan dukungan semua pemangku kepentingan. "Kerja sama di antara seluruh pemangku kepentingan merupakan salah satu prioritas IPA pada tahun ini. Kementerian Keuangan merupakan salah satu stakeholder yang penting industri hulu migas, selain Kementerian ESDM," ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Rabu (9/6).

Dia menekankan, penghargaan terhadap kesucian kontrak, kepastian peraturan, dan fasilitas fiskal yang menarik merupakan tiga hal yang paling penting untuk menarik minat investor migas dalam menanamkan investasinya di Indonesia. Di samping, masih besarnya cadangan migas di Indonesia yang belum dieksplorasi dan produksi. 

Saat ini, IPA telah dilibatkan dalam banyak diskusi dengan Kementerian ESDM untuk menghasilkan kebijakan yang lebih dapat menarik investasi pada industri hulu migas nasional. Namun, kebijakan yang diterbitkan tersebut perlu mendapat respon yang positif dari pemangku kepentingan lainnya karena aktivitas hulu migas sangat terkait dengan kementerian atau lembaga lainnya, baik di tingkat nasional maupun daerah. 

Dorong insentif fiskal

Lembaga kajian Wood Mackenzie secara terpisah menyoroti minimnya investasi pada sektor hulu migas dan hal itu akan bertahan pada tahun ini. Head of Upstream Analyst Wood Mackenzie, Fraser McKay, mengatakan investasi hulu migas secara global akan stagnan pada angka 300 miliar dolar AS pada 2021.  

Data Wood Mackenzie menunjukkan iklim investasi migas Indonesia berada di bawah rata-rata global. Adapun skala daya tarik fiskal hulu migas Indonesia hanya mencapai 2,4 (pada skala 0-5). Angka itu berada di bawah rata-rata dunia yang sebesar 3,3. 

Adapun produksi rata-rata per hari migas nasional pada kuartal pertama 2021 sebanyak 679.500 BOPD minyak bumi dan 5.539 MMSCFD gas bumi. Angka itu sekitar 97, 3 persen dari target produksi tahun 2021 yang sebesar 705.000 BOPD minyak bumi dan 5.638 MMSCFD gas bumi. 

Kendati demikian, adanya tren harga minyak dunia yang membaik pada tahun ini diharapkan dapat mendorong tingkat investasi industri hulu migas. "Tren investasi juga sudah mulai kelihatan membaik setelah 2020 akibat pandemi, investasi hulu migas di dunia menurun 30 persen dan sekarang ini sudah mulai membaik," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto beberapa waktu lalu.

Ditambahkan Dwi, SKK Migas mengupayakan beberapa hal untuk mengejar target produksi dan lifting pada 2021, di antaranya meningkatkan program kerja pemboran sumur, workover, dan pemeliharaan sumur (well service) melalui upaya ini diharapkan terdapat peningkatan produksi migas.

Dalam hal kerja sama dengan sektor lain, saat ini SKK Migas bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan tengah berdiskusi rencana pemberian sistem fiskal yang menarik bagi pengembangan lapangan-lapangan migas di Indonesia. Adapun insentif tersebut diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian proyek pengembangan lapangan. 

"Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga tingkat keekonomian investor. Kami harapkan komitmen ini turut diikuti oleh pelaksanaan komitmen program kerja oleh KKKS,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement