Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asep Sobirin

Lembaran Putih

Gaya Hidup | Wednesday, 09 Jun 2021, 10:42 WIB

Perjalanan panjang hidup seorang manusia menjadi tolak ukur untuk menatap masa depan yang masih gelap/ghaib. Perjalanan cukup jauh, diukur dari segi usia yang semakin mendekati usia 40, 50 atau 60 tahun ke depan.

Terdapat manusia yang sudah mendapat arahan dari orang tua, capaian-capaian yang ia raih merupakan berkat dari kepedulian orang tuanya; adapula manusia yang tanpa arah, ia mengalir bak air, orang tua yang mengurusnya hingga dewasa, namun karena keterbatasan pendidikan orang tua yang hanya melihat lingkungan sekitar tanpa melihat ke (masa) depan, maka sang anakpun mengalir begitu saja mengikuti arus sekitar lingkungan, lalu tatkala ia menginjak usia 40an ke atas, ia mulai membuat planning untuk merancang masa depan, -yang menurut tipe manusia pertama- sudah terlambat; ada juga manusia tanpa “orang tua”, ia merantau keluar daerah ia dilahirkan, cakrawala pemikiranpun terasah, ia mampu beradaptasi bahkan bersaing dengan penduduk setempat. Tipe manusia manakah kita?

Lepas dari tipe manusia di atas, maka kita tidak mencemooh orang yang kita sebut “terlambat”, justru kita harus menghargai atas perjalanan hidup yang ia toreh, karena ketika masih di dunia/hidup, belum ada kata terlambat, baik terlambat dalam mengejar “dunia” maupun “mengejar” kehidupan akhirat yang kekal.

Lepas dari tipe orang tua di atas, maka kita setidaknya mendo’akan anak-anak kita agar meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, dan tentunya jangan asal jeplak/ngomong kepada anak kita, hakikatnya omongan kita adalah do’a yang tentunya akan dicatat malaikat dan dikabul oleh Allah Swt.

Perjalanan panjang yang telah kita lalui hendaklah di”evaluasi”; introspeksi; muhasabah, untuk merancang masa depan yang kita hadapi di depan, apakah masa depan di dunia hingga kita wafat, lebih-lebih masa depan yang akan kita hidup kembali di akhirat kelak.

Lembaran putih yang telah kita gores; Lembaran putih yang kini penuh tinta dan tulisan dengan kebaikan, hendaklah menjadi lembaran yang berharga; lembaran yang tidak akan hangus terbakar. Sebaliknya, ketika lembaran yang kini penuh tulisan dan coretan dengan keburukan tentunya masih ada penghapus, ketika kita masih hidup, kita bisa mengisi dengan tulisan yang baik dan tentunya tulisan tersebut sebagai rancangan hidup yang lebih baik di masa depan.

Wassalam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image