Rabu 09 Jun 2021 09:28 WIB

Politikus Israel: Pembatalan Pawai, Menyerah ke Hamas

Smotrich mengecam komisaris polisi karena mengungkapkan ketidakmampuan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang anak berkelok-kelok di antara barisan militan Hamas saat mereka berpawai di jalan-jalan untuk Bassem Issa, seorang komandan Hamas, yang terbunuh oleh tindakan militer Angkatan Pertahanan Israel sebelum gencatan senjata dicapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, di Kota Gaza, Sabtu, 22 Mei 2021.
Foto: AP/John Minchillo
Seorang anak berkelok-kelok di antara barisan militan Hamas saat mereka berpawai di jalan-jalan untuk Bassem Issa, seorang komandan Hamas, yang terbunuh oleh tindakan militer Angkatan Pertahanan Israel sebelum gencatan senjata dicapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, di Kota Gaza, Sabtu, 22 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Polisi Israel membatalkan "Flag March" yang akan diadakan di Yerusalem pada Kamis (10/6). Meski dalam perkembangan selanjutnya, otoritas Israel mencabut larangan itu dan memberikan izin dengan catatan khusus.

Kepala partai Religious Zionism, Bezalel Smotrich, menyatakan, pembatalan merupakan bentuk sikap menyerah atas teror dan ancaman dari Hamas. Smotrich mengecam komisaris polisi karena mengungkapkan ketidakmampuan untuk melindungi para demonstran Israel di jalan-jalan Yerusalem. "Dia sekarang membiarkan Yahya Sinwar menjalankan Yerusalem," ujarnya mengacu pada kepala Hamas di Gaza.

Baca Juga

Alasan awal polisi membatalkan pawai tersebut terjadi karena pertimbangan masalah keamanan. Namun, Smotrich menyatakan itu adalah keputusan salah dan menunjukkan rakyat Israel perlu kepemimpinan baru.

"Rakyat Israel hidup dan pantas mendapatkan kepemimpinan yang berbeda, lebih kuat, dan lebih teguh," kata anggota sayap kanan Knesset itu dikutip dari Middle Eastmonitor.

Pawai Flag March ini merupakan aksi unjuk rasa ultranasionalis Israel sayap kanan membanjiri daerah-daerah Muslim. Kegiatan ini sebagai bentuk perayaan penaklukan Yerusalem Timur oleh pasukan pendudukan Zionis menyusul gelombang kedua pembersihan etnis pada  1967.

Dalam pawai tersebut, peserta yang bergabung sering kali meneriakkan "matilah orang Arab" dan nyanyian rasialis serta lagu-lagu yang sangat ofensif. Ribuan orang terlihat berparade melalui daerah Muslim mengibarkan bendera Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement