Rabu 09 Jun 2021 07:37 WIB

Setop Sebut Nama Negara untuk Varian Covid-19

Penyebutan nama negara untuk varian covid-19 bisa menimbulkan stigma.

Petugas menyemprotkan disinfektan ke pengemudi kendaraan pengangkut pasien orang tanpa gejala (OTG) COVID-19 saat masuk di Asrama Haji Donohudan, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (7/6/2021). WHO mengumumkan akan berhenti menyebut nama varian covid-19 dengan nama negara. Sebagai gantinya, nama varian covid-19 akan disebut dengan alfabet Yunani. (foto ilustrasi)
Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA
Petugas menyemprotkan disinfektan ke pengemudi kendaraan pengangkut pasien orang tanpa gejala (OTG) COVID-19 saat masuk di Asrama Haji Donohudan, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (7/6/2021). WHO mengumumkan akan berhenti menyebut nama varian covid-19 dengan nama negara. Sebagai gantinya, nama varian covid-19 akan disebut dengan alfabet Yunani. (foto ilustrasi)

Oleh : Dwi Murdaningsih, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan akan berhenti menyebut nama varian covid-19 dengan nama negara. Sebagai gantinya, nama varian covid-19 akan disebut dengan alfabet Yunani.

Langkah itu dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan stigma negara pertamakali varian tersebut terdeteksi. Varian Covid-19 pertama yang masuk kategori mengkhawatirkan dan terdeteksi pertama kali di Inggris yang sebelumnya dikenal B.1.1.7 kini disebut varian 'alpha'.

Varian kedua yang pertama kali muncul di Afrika Selatan dan dikenal  B.1.351 kini dinamakan varian 'beta'.  Varian ketiga yang pertama kali terdeteksi di Brasil kini dinamakan varian 'gamma' . Varian yang terdeteksi di India dinamakan varian 'delta'.

Biasanya virus memang dinamakan dengan nama lokasi tempat pertama kali virus tersebut muncul. Contohnya, virus Ebola yang namanya diambil dari sungai di Kongo. Namun,  penamaan dengan sistem ini dapat merusak citra tempat. Penamaan ini juga bisa saja tidak akurat. Contohnya, 'flu Spanyol' padahal asal-usulnya tidak dari Spanyol.

Namun, yang mungkin lebih berbahaya dari penamaan dengan nama tempat bisa menimbulkan potensi stigma. Penulis setuju soal penghentian penyebutan nama virus dengan nama negara.

Kita mungkin masih ingat bagaimana ketika awal 2020, saat masih awal-awal pandemi, banyak pasien covid-19 atau tenaga kesehatan yang menangani covid-19 mendapat stigma buruk dari lingkungan. Banyak yang dikucilkan, bahkan diusir dari kontrakan karena khawatir tertular.

Kini, dengan semakin meluasnya kasus covid-19, stigma individu mungkin sudah tidak ada lagi. Ketika ada individu yang tercena covid-19 di masyarakat, umumnya warga sekitar sudah saling bahu membahu membantu.

Sekarang, dalam konteks virus varian baru, bisa kita saksikan negara-negara di dunia membantu pasokan oksigen untuk India ketika sedang dalam masa kritis mengatasi varian covid-19 delta. Virus corona harus dilawan, harus dicegah untuk menyebar, tapi penderitanya harus didukung.

Pandemi sudah merenggut banyak korban nyawa, jangan sampai pandemi juga menumbuhkan stigma. Kelompok anti-ekstremis AS melaporkan angka serangan dan kejahatan kebencian terhadap masyarakat Asia-Amerika meledak sejak awal pandemi. Mereka menilai hal itu disebabkan mantan presiden Donald Trump yang berkali- kali menyebut Covid-19 sebagai 'virus China'.

WHO saat ini masih menyelidiki asal muasal virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19. Banyak skenario yang menyebutkan kemungkinan asal usul virus ini. Dua teori yang paling umum adalah virus berpindah dari hewan  (kemungkinan kelelawar) ke manusia atau virus berasal dari laboratorium di Wuhan.

Pakar WHO sedang mempersiapkan proposal studi lanjutan untuk menyelidiki asal usul virus corona penyebab covid-19. Penyelidikan asal muasal virus ini penting untuk mengetahui penanganan virus ke depan.

Sejak pertama muncul akhir Desember 2019 lalu, virus SARS-CoV-2 entah sudah bermutasi berapa kali, varian-varian baru pun muncul. Asal muasal virus ini penting untuk memprediksi bagaimana virus akan hidup atau berevolusi di masa depan.

Dengan mengetahui asal muasal virus ini, mungkin ilmuwan bisa melakukan pemodelan bagaimana virus akan bermutasi di masa depan. Dengan begitu, manusia juga bisa mengatasinya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement