Selasa 08 Jun 2021 22:16 WIB

Doa dan Tasyakur di 100 Tahun Soeharto

Tasyakuran dilaksanakan di Masjid At-Tin, Taman Mini, Jakarta Timur.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah jamaah beserta tamu undangan saat menghadiri acara peringatan 100 tahun kelahiran Presiden RI kedua Soeharto di Masjid At-Tin, Jakarta, Selasa (8/6). Acara peringatan tersebut dilakukan untuk memanjatkan doa bersama untuk almarhum Presiden RI kedua Soeharto yang dilakukan secara offline dan online di seratus masjid di sejumlah wilayah Indonesia. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah jamaah beserta tamu undangan saat menghadiri acara peringatan 100 tahun kelahiran Presiden RI kedua Soeharto di Masjid At-Tin, Jakarta, Selasa (8/6). Acara peringatan tersebut dilakukan untuk memanjatkan doa bersama untuk almarhum Presiden RI kedua Soeharto yang dilakukan secara offline dan online di seratus masjid di sejumlah wilayah Indonesia. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini, 8 Juni 2021, menjadi peringatan seratus tahun Presiden ke-2 RI, Soeharto dilahirkan. Pihak keluarga pun menggelar peringatan di Masjid At-Tin, Taman Mini, Jakarta Timur.

Doa dan tasyakur peringatan 100 tahun Soeharto dan sang istri, Siti Hartinah, dipanjatkan di dalam ruang shalat masjid di lantai dua. Tiap-tiap hadirin yang tiba di acara peringatan 100 tahun ini, didahului dengan tes swab antigen. Mengingat, pandemi corona yang belum juga berakhir.

Baca Juga

Putra-putri Soeharto, lengkap hadir di sana. Di barisan perempuan mereka kompak mengenakan seragam hitam. Sedangkan laki-laki mengenakan pakaian putih.

Hanya Sigit dan Mamiek yang absen. Mereka dan keluarga cendana yang lain duduk di bagian depan mimbar dengan bangku-bangku tertata rapi.

Sisanya, para undangan lain, yang jumlahnya tak banyak duduk di belakang bangku. Beberapa tamu penting juga nampak di sisi bagian depan.

Mereka berasal dari kalangan politisi, artis hingga pejabat teras. Nampak Politisi Senior Partai Golkar, Akbar Tanjung, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, hadir di sana.

Hadir pula Gubernur DKI Jakarta Anies R Baswedan. Kabarnya, Menteri Pertahanan, sekaligus mantan menantu Soeharto, Prabowo Subianto sempat hadir dalam acara tersebut.

Siti Hardijanti Rukmana, putri sulung Soeharto, mengatakan, ayahnya adalah sosok pantang menyerah yang memperjuangkan rakyat kecil. "Bapak pantang menyerah dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil meskipun banyak kendala yang dihadapinya,” kata Tutut mengenang sang ayah, saat memberikan sambutan, di Acara Doa 1 Abad Presiden Soeharto, Selasa (8/6).

Lebih lanjut, Tutut menyebut, Soeharto ada di momen-momen bersejarah negeri ini. Mulai dari zaman awal-awal kemerdekaan hingga menjadi presiden. "Bapak ditakdirkan Allah untuk berada dalam puncak-puncak peran dalam menghadapi kepentingan bangsa," tuturnya.

Sedangkan putri bungsu Soeharto, Siti Hediati Haryadi, atau kerap disapa Titiek, lebih dalam mengatakan bahwa apabila ayahnya masih hidup ia akan bersedih melihat kondisi negara saat ini. "Sepanjang hidupnya, Pak Harto berjuang untuk bangsa agar lepas dari kemiskinan dan kebodohan. Saya rasa bapak sedih jika melihat kondisi kita seperti sekarang ini," jelas dia dalam kesempatan yang sama. "Kita berdoa untuk Pak Harto dan Bu Tien agar mereka bahagia," ujarnya.

Sementara itu, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, M Din Syamsuddin, mengenang Soeharto sebagai tokoh yang berjasa. "Banyak sekali pembangunan baik infrastruktur fisik dan juga non fisik. Pak Harto membuat sekolah impres. Lembaga itu untuk pendidikan kader bangsa. Ini pembangunan manusia seutuhnya," kata dia kepada Republika.co.id.

Menurut Mantan Ketua Umum MUI Pusat ini, Soeharto juga seorang yang taat beragama. Ia disebut sebagai presiden yang kerap gelar pengajian rutin di Jalan Cendana.

Sang jenderal besar ini pun, menelurkan cikal bakal lahirnya bank dan media Islam yakni muamalat dan Republika.

"Lebih penting, dia berjasa dan punya amal jariyah bagi umat Islam dengan membangun hampir 999 masjid. Selain itu, jasanya yang simbolik adalah lahirnya Bank Muamalat serta mendorong lahirnya media Islam, Republika," jelas dia.

Di sisi lain, Soeharto juga dinilai menempatkan pancasila dan agama secara proporsional, yang mana agama menyatu dengan pancasila. "Tidak membenturkannya, apalagi menyapih. Sekarang yang berbahaya adalah memisahkan pancasila dengan agama. Tidak mungkin negara pancasila akan tegak tanpa agama, karena ada Ketuhanan Yang Maha Esa," tuturnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement