Rabu 09 Jun 2021 00:53 WIB

Rugikan Nasabah Rp 15,6 M, Pelaku Investasi Bodong Ditangkap

Modusnya tak lama usai menyetor dana, korban langsung dapat keuntungan 4-6 persen.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo memperlihatkan barang bukti kasus investasi bodong di Mapolres Jakbar, Selasa (8/6).
Foto: Republika/Febryan. A
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo memperlihatkan barang bukti kasus investasi bodong di Mapolres Jakbar, Selasa (8/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan berinisial HS alias Sian Sian ditangkap polisi karena menjalankan investasi bodong sejak tahun 2017. HS berhasil menipu sedikitnya 53 orang dan meraup keuntungan Rp 15,6 miliar.

"Kita baru bisa mengidentifikasi 53 korban di mana dari bukti-bukti, kerugian yang ditimbulkan Rp 15,6 miliar. Dari pendalaman kami, kemungkinan ada 100 orang korban," Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo di Mapolres Jakbar, Selasa (8/6).

Ady menerangkan, kasus ini berawal ketika HS bersama suaminya, yang merupakan seorang pialang saham, mendirikan perusahaan investasi bernama Lucky Star pada 2007 silam. Setelah bercerai, HS menjalankan perusahaan itu sendirian dan mulai melakukan penipuan dengan kedok investasi forex sejak 2017.

"Lucky Stars Group ini terdaftar di Kementerian Hukum dan Ham. Namun, dalam praktiknya, ini penipuan murni karena tidak ada yang di-trading-kan dalam forex itu sendiri," kata Ady.

Sejak 2017 itu, kata Ady, uang para korban masuk ke rekening pribadi HS. Untuk meyakinkan korbannya, HS menyampaikan sejumlah janji-janji manis. 

Pertama, HS mempromosikan bahwa Lucky Star berkantor pusat di Belgia. "Padahal Lucky Star terdaftar di Indonesia," kata Ady.

Kedua, HS menyampaikan adanya promo-promo khusus kepada korban. Di antaranya bonus berupa ponsel, mobil mewah, dan tiket liburan. HS membuat selebaran promosi itu dengan mencomot gambar di google dan melakukan rekayasa digital

Ketiga, HS mengiming-imingi para korban keuntungan 4-6 persen dari total dana yang disetorkan kepadanya. Angka itu, menurut Ady, tak masuk akal karena keuntungan yang dijanjikan bisa 48 persen dalam setahun. "Deposito bank saja setahun 4-6 persen," kata dia.

Dalam prosesnya, HS menyampaikan kepada korban nilai investasi terkecil Rp 25 juta dan terbesar Rp 500 juta. Tak lama usai menyetor dana, korban langsung mendapatkan keuntungan sebesar 4-6 persen. Tapi, kata Ady, keuntungan itu hanya diberikan sebanyak empat hingga enam kali saja.

Ketika para korban mulai bertanya kenapa tak ada lagi keuntungan yang didapatkan, HS membuat kebohongan baru. Caranya, HS membuat sebuah selebaran Lucky Stars dengan mengedit sebuah berita dari media nasional. Selebaran itu berisikan informasi bahwa Belgia sedang di-lockdown sehingga keuntungan investasi belum bisa dikirim.

Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing, menegaskan, Lucky Star memang terdaftar sebagai badan usaha di Kementerian Hukum dan HAM. Namun, perusahaan itu tak memiliki izin untuk melakukan investasi forex dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Oleh karena itu kegiatan yang dilakukan oleh Lucky Star ini pada bulan September kami masukan ke dalam daftar investasi ilegal karena tidak ada izin dan juga penawarannya tidak logis," papar Tongam saat menghadiri rilis kasus ini.

Pengungkapan Kasus

Ady menjelaskan, kasus investasi bodong ini pertama kali bergulir ketika seorang korban membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada akhir Juli 2020. Kasus itu lalu dilimpahkan penangananya ke Unit Krimsus Polres Jakbar.

Sejauh ini, sudah ada dua korban yang melapor, yakni KR (39) dan HT. Kepada wartawan, korban KR mengaku investasi bodong itu membuat dirinya merugi Rp 1 miliar. Sebab, dia hanya mendapat keuntungan empat persen selama enam bulan pertama.

Berdasarkan keterangan saksi dan hasil penyelidikan lainya, kata Ady, aparat akhirnya menciduk HS di kediamannya di Jakarta Barat pada awal Juni. Kini HS telah ditetapkan sebagai tersangka. HS dijerat pasal 378 KUHP dan 372 KUHP tentang perkara penipuan atau penggelapan dengan hukuman maksimal empat tahun penjara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement