Selasa 08 Jun 2021 16:14 WIB

UGM Beri Rekomendasi Terkait Kasus Kekerasan di Papua

UGM mendukung giat penegakan hukum di Papua

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah prajurit Yonif 315/Garuda mengikuti upacara pelepasan Satuan Tugas Pam Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) Papua di Lapangan Yonif 315/Garuda, Gunung Batu, Kota Bogor, Jawa Barat, Ahad (23/5/2021). Sebanyak 400 prajurit Yonif 315/Garuda tersebut akan bertugas selama sembilan bulan untuk memperkuat pasukan TNI dan Polri yang sudah lebih dulu bertugas menjaga pertahanan dan keamanan di Papua.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Sejumlah prajurit Yonif 315/Garuda mengikuti upacara pelepasan Satuan Tugas Pam Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) Papua di Lapangan Yonif 315/Garuda, Gunung Batu, Kota Bogor, Jawa Barat, Ahad (23/5/2021). Sebanyak 400 prajurit Yonif 315/Garuda tersebut akan bertugas selama sembilan bulan untuk memperkuat pasukan TNI dan Polri yang sudah lebih dulu bertugas menjaga pertahanan dan keamanan di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Eskalasi tindak kekerasan di Papua terus meningkat dua tahun terakhir. Setelah rentetan kasus kekerasan di Kabupaten Intan Jaya akhir 2020, kondisi memburuk terjadi di Kabupaten Puncak sejak awal 2021 dan masih sampai saat ini.

Rentetan kasus yang melibatkan KKB-KSB/TPN-OPM (teroris di Papua) dan TNI-Polri. Korbannya semakin meluas, bukan hanya dari KKB-KSB dan TNI-Polri, tapi masyarakat sipil. Karenanya, Gugus Tugas Papua UGM menyampaikan catatan dan sejumlah rekomendasi.

Baca Juga

Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko mengatakan, ada dua rekomendasi yakni khusus dan umum menyikapi eskalasi tindak kekerasan di Papua. Rekomendasi khusus yakni operasi penegakan hukum untuk mengatasi gangguan keamanan wilayah-wilayah.

Namun, pemerintah perlu memperhatikan hal-hal yang berpotensi besar mengganggu jalannya pemerintahan di tingkat lokal. Salah satunya kehadiran aparat TNI/Polri dalam jumlah besar ke distrik-distrik dan ibu kota kabupaten di wilayah Papua.

Sementara masyarakat ketakutan dan meninggalkan kampung, mengungsi di kantor pemda atau rumah dinas pejabat. Pengungsian akan jadi masalah serius, beban finansial besar, terganggu kegiatan sosial dan ekonomi, kesehatan dan pendidikan memburuk.

"Kehadiran pasukan TNI/Polri dalam jumlah besar berpotensi menjadi beban tambahan bagi anggaran pemda. Kepala daerah harus berupaya sedemikian rupa, sehingga bisa mengalokasikan anggaran untuk mendukung keberadaan aparat keamanan di daerahnya," kata Bambang, Selasa (8/6).

Kemudian, rekomendasi umum yang diusulkan operasi penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan separatis hendaknya berkoordinasi intensif dengan pemda dan tokoh setempat. Langkah itu untuk menghindari jatuhnya korban dari masyarakat sipil.

Meskipun pemerintah sudah menetapkan KKB-KSB atau TPN-OPM sebagai Teroris, Bambang menekanakan, operasi penegakan hukum hendaknya mendulukan pendekatan persuasif. Lalu, dibarengi dengan pendekatan adat sesuai tradisi masyarakat setempat.

Selain itu, otoritas keamanan di lapangan hendaknya tetap memberikan kesempatan kepada kepala daerah setempat untuk membangun komunikasi dan mempersuasi warga masyarakat yang mendukung KKB-KSB/TPN-OPM untuk sadar dan kembali mendukung NKRI.

Pemda perlu didorong mengaktifkan sistem keamanan kampung dengan membentuk aparat keamanan kampung melibatkan tokoh dan pemuda-pemudi setempat. Penerapan pendekatan keamanan hendaknya tetap dibarengi dengan proses-proses pendekatan kesejahteraan. "Serta, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat secara nyata, tidak berhenti kepada kebijakan dan program semata," ujar Bambang.

Selain itu, Bambang berharap pemerintah pusat dan pemerintah membangun sinergi. Serta, serius memberikan perhatian terhadap penanganan pengungsi yang jumlahnya terus bertambah seiring meningkatnya eskalasi kekerasan di beberapa daerah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement