Selasa 08 Jun 2021 05:27 WIB

Air Minum Galon Guna Ulang Aman Dikonsumsi

Masyarakat baru percaya air galon guna ulang bahaya jika sudah dimuat jurnal ilmiah

AIr galon guna ulang. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
AIr galon guna ulang. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang beredar hingga kini aman untuk dikonsumsi. Pernyataan itu dikeluarkan terkait kabar yang mengatakan bahwa kandungan Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon AMDK yang digunakan secara berulang dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Penjelasan BPOM itu disampaikan Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan di laman resmi BPOM RI. Dijelaskan, berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.

“Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC,” demikian rilis BPOM.

Ketua Perhimpunan Dokter Perhimpunan Nahdlatul Ulama (PDNU) dr Muhammad S Niam sependapat dengan BPOM mengenai BPA pada galon guna ulang. PDNU mendukung aturan BPOM tentang keamanan galon guna ulang. “Selama ini dan sampai sekarang kita masih pakai air galon guna ulang itu. Kita masih support untuk penggunaannya," ujar dia, Senin (7/6). 

Niam menyampaikan belum terdengar sampai saat ini ada yang terkena penyakit karena telah meminum air galon guna ulang. Belum terbukti pula bahwa air galon guna ulang itu membahayakan kesehatan.  “Belum, belum ada yang pernah terdengar menderita sakit karena telah meminum air galon guna ulang,” katanya menegaskan.

Menurut Niam masyarakat baru percaya air galon guna ulang membahayakan kesehatan jika sudah dimuat dalam jurnal-jurnal ilmiah. “Tapi, kalau belum ada dan itu cuma dugaan-dugaan saja, ya nggak bisa dijadikan pedoman. Kita harus melihat jurnal-jurnal ilmiah terbarunya,” ucap dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement