Selasa 08 Jun 2021 08:09 WIB

Pengamat Ragu PT TMI Bisa Monopoli Alutsista Rp 1.760 T

Modal awal yang harus dimiliki terlalu besar dan sukar bagi perusahaan mana pun.

Mantan sekretaris kabinet Andi Widjajanto (kiri), moderator Rizal Sukma (kanan) berbicara dalam seminar Digital Diplomasi di Jakarta, Rabu (8/4).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mantan sekretaris kabinet Andi Widjajanto (kiri), moderator Rizal Sukma (kanan) berbicara dalam seminar Digital Diplomasi di Jakarta, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertahanan Andi Widjajanto meragukan dugaan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) bisa memonopoli pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun. Menurutnya, modal awal yang harus dimiliki terlalu besar dan sukar bagi perusahaan mana pun untuk memenuhi.

"Kalau dibilang PT TMI akan ambil semua Rp 1,7 kuadriliun, saya yakin pasti tidak bisa," kata dia, Senin (7/6).

Ia mengatakan, hitungannya sederhana dari Rp 1,7 kuadriliun, maka penyertaan modal kira-kira harus 30 persen dari jumlah tersebut atau sekira Rp 600 triliun. Dari Rp 600 triliun tersebut, PT TMI harus menyediakan dana paling tidak Rp 200 triliun.

Andi mengatakan, jumlah itu terlalu besar, bahkan diyakini tidak ada perusahaan di Tanah Air yang bisa memenuhi, termasuk BUMN sekalipun.

"Jadi, mengambil keseluruhan proyek senilai Rp 1,7 kuadriliun dengan hitungan bisnis normal tidak akan bisa. Tidak bisa dicari cara cepat untuk menguasai Rp 1,7 kuadriliun di tangan satu entitas," tuturnya.

Menteri Pertahanan diyakini akan melihat BUMN dan Badan Usaha Milik Swasta dan diatur bersama-sama. Di sisi lain, Andi menilai berdirinya PT TMI dalam memeriahkan industri alutsista merupakan hal wajar. Perusahaan tersebut dinilai melihat adanya peluang perluasan bisnis dalam bidang industri pertahanan seiring dengan disahkannya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

"UU Ciptaker menyatakan sekarang boleh swasta jadi lead integrator memproduksi senjata. Sebelum ada UU Ciptaker, yang boleh hanya delapan BUMN," ujarnya.

Meski demikian, ia mengingatkan swasta diperkenankan menjual dan memproduksi senjata atas izin Menteri Pertahanan. Kemudian, wajib ada alih teknologi sesuai mandat UU Industri Pertahanan. Selain swasta, merujuk UU Ciptaker, investor asing kini juga diperkenankan menanamkan modal pada industri pertahanan.

Sebelumnya, sektor ini termasuk terlarang atau tercantum dalam daftar negatif investasi (DNI). "Jadi, bisa saja Pindad dapat investment joint venture, misalnya, dengan Jerman seperti yang dilakukan Rheinmetall ke Turki. PT Dirgantara Indonesia juga bisa saja ke Lockheed Martin," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement