Senin 07 Jun 2021 23:31 WIB

Produksi Susu Desa Endemik Antraks Tulungagung tak Dibatasi

Peternak tetap diperbolehkan melakukan aktivitas pemerahan susu sapi.

Produksi Susu Desa Endemik Antraks Tulungagung tak Dibatasi (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Produksi Susu Desa Endemik Antraks Tulungagung tak Dibatasi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,TULUNGAGUNG -- Aktivitas produksi dan penjualan susu sapi dari kandang-kandang peternakan warga di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo yang teridentifikasi kasus antraks tetap jalan dan tidak dibatasi, karena dihasilkan dari sapi-sapi yang sehat.

"Untuk distribusi keluar masuk ternak sapi atau kambing dari Desa Sidomulyo ini untuk sementara tidak ditutup," kata Bupati Tulungagung Maryoto Birowodi sela kunjungan kerja memantau desa percontohan PKK di Desa Sobontoro, Tulungagung, Senin (6/7).

Kendati dilakukan penutupan akses keluar semua ternak sapi maupun kambing, Maryoto menyatakan produksi susu sapi tidak dilakukan pencegahan. Peternak tetap diperbolehkan melakukan aktivitas pemerahan susu sapi seperti biasa dan menjualnya ke pengepul.

"Kita sudah melakukan sampling. Skrining terhadap 44 ternak sapi hidup dan hasilnya negatif (antraks). Jadi praktis produksi tetap bisa. Tidak masalah, karena sapinya sehat," ujarnya.

Terkait jaminan kesehatan susu yang didistribusi untuk diolah ulang ataupun berpotensi dikonsumsi langsung oleh manusia, Maryoto bersikukuh bahwa proteksi dilakukan secara ketat melalui posko terpadu di lokasi. "Pemeriksaan terus dilakukan," katanya.

Kalaupun ada penghentian produksi susu, Maryoto menyebut hanya diberlakukan pada kandang yang terdapat kasus sapi mati karena antraks. "Terkecuali itu (kandang yang ada kasus ternak sapi mati akibat antraks," ujarnya.

Senada dengan Bupati Maryoto, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Mulyanto menyampaikan kasus antraks hanya (baru) ditemukan pada kasus kematian ternak sapi yang terakhir (ke-26 dari 26 kasus kematian yang dilaporkan).

Sampel pada ternak sapi yang mati memang hanya diambil hanya pada satu ternak yang mati terakhir saat tim dari Kementerian Pertanian dan Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta turun ke lokasi melakukan pemeriksaan.

Sementara pada 25 ternak sapi yang mati terdahulu tidak dilakukan pengambilan sampel dengan alasan bangkainya sudah tidak ada."Proses 'lock down' ini berlaku selama 20 hari. "Dan selama pembatasan itu petugas kita yang ada di posko, pengobatan terus dilakukan dan setiap kandang diinspeksi petugas kita," katanya.

Ia menjamin produksi susu aman, selama kondisi sapi-sapi juga sehat sehingga diperbolehkan untuk dikirim ke luar, ke pedagang maupun konsumen.

Jumlah ternak sapi di Desa Sidomulyo diperkirakan mencapai 1.600-an ekor yang tersebar di sekitar 400 lebih kandang. Hampir setiap keluarga (KK) di daerah ini memiliki ternak sapi, terutama untuk jenis sapi perah.

Wabah antraks diduga mulai menyerang ternak sapi di desa ini sejak bulan Ramadan lalu (1442 H). Sejumlah ternak sapi mendadak mati, dalam tempo cepat.

Kematian ternak sapi secara beruntun hingga 25 ekor hingga pascaLebaran itu kemudian memantik rumor adanya indikasi guna-guna (santet). Isu itu, meski belum sepenuhnya hilang, terbantahkan setelah tim kesehatan hewan dari Kementerian Pertanian, Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Disnak Provisi Jatim dan Disnak Kabupaten Tulungagung mendapati bukti adanya bakteri antraks berdasar hasil uji sampel di laboratorium BB Veteriner Yogyakarta.

"Sampel ini diambil dari satu ekor ternak sapi warga yang mati saat tim gabungan turun lapangan, dan hasilnya ternyata positif karena antraks. Akan tetapi sampel aak atas 44 ekor ternak sapi sehat yag diambil semua negatif antraks," kata Mulyanto.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement