Senin 07 Jun 2021 15:28 WIB

Wapres Singgung Ceramah Keagamaan yang Selipkan Khilafah

Wapres sebut masih ada ceramah keagamaan yang menyelipkan wacana khilafah

Wakil Presiden Maruf Amin
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin

IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyingung adanya ceramah keagamaan yang masih sering menyelipkan wacana tentang pendirian negara Islam atau negara khilafah. Padahal, organisasi yang mengusung tema itu sudah tidak aktif lagi.

Wapres pun mendorong terus disebarkan pandangan moderat tentang hubungan Islam dan negara Indonesia untuk meluruskan pemahaman yang ingin mengganti dengan negara Islam. Salah satunya konsep darul Mitsaq atau negara kesepakatan.

"Hal ini menjadi penting ketika dalam ceramah-ceramah keagamaan kini masih sering diselipi dengan wacana tentang pendirian negara Islam atau negara khilafah," kata Ma'ruf dalam bedah buku Darul Mitsaq: Indonesia Negara Kesepakatan, Pandangan Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin, Senin (7/6).

Wapres mengatakan gagasan Darul Mitsaq atau negara kesepakatan memang didorong untuk memberikan legitimasi keagamaan Islam terhadap ideologi dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim. Karena itu, semestinya saat ini sudah tidak perlu ada perdebatan tentang Islam dan Indonesia.

 

Sebab, perdebatan ini sudah selesai dilakukan oleh para pendiri negara ini, yang diantaranya adalah ulama dan tokoh Islam. Para tokoh Islam pada saat itu sudah memberikan argumentasi tentang penerimaan mereka terhadap NKRI yang berideologi Pancasila ini.

Namun ternyata, ungkap Wapres, saat ini ada sebagian umat Islam yang masih belum cukup puas dengan penjelasan itu, dan bahkan menolaknya.

"Di antara gerakan-gerakan itu tidak hanya menolak negara Pancasila, tetapi juga menggunakan cara kekerasan atau teror dalam perjuangan mereka atas nama jihad untuk mewujudkan negara Islam atau negara khilafah," kata Ma'ruf.

Wapres menyadari ideologi perjuangan yang intoleran dan disertai kekerasan itu dipengaruhi oleh gerakan-gerakan Islam transnasional. Ideologi itu tidak terlepas dari pemahaman tekstual dan kaku terhadap teks-teks Al-Quran dan Hadits.

Karenanya, Wapres menilai  umat Islam masih perlu mendapatkan penjelasan tentang hubungan antara Islam dan NKRI sebagai bentuk legitimasi keagamaan terhadap negara ini. Salah satu penjelasan yang bisa digunakan yakni pendekatan wasathiyyah, yakni konsep wasathiyyah al-Islâm atau Islam moderat.

Menurutnya, pemahaman Islam wasathiyah adalah pemahaman yang  tidak tekstual dan tidak pula liberal, tidak berlebihan dan tidak pula memperberat tetapi juga tidak mempermudah. Sebab, pemahaman secara tekstual, tanpa penafsiran menghasilkan pemahaman yang statis, bahkan menyesatkan, seperti ayat-ayat terkait dengan jihad.

Ia menilai dengan pemahaman moderat, ulama dan umat Islam bisa menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus nasional. Konsep Negara Kesepakatan atau Negara Konsensus pernah dipraktikkan saat Nabi di masa-masa awal kedatangan kr Madinah yang melakukan kesepakatan atau perjanjian bersama dengan kelompok-kelompok sosial yang ada dalam bentuk Piagam Madinah.

"Argumentasi ini dimaksudkan juga untuk menjawab keinginan kelompok-kelompok yang menganggap bahwa ideologi dan sistem negara ini tidak sesuai dengan Islam, dan oleh karenanya, mereka ingin mengganti ideologi negara Pancasila dengan negara Islam atau negara khilafah, yang secara historis sudah tertolak (bukan ditolak)," kata Wapres.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement