Senin 07 Jun 2021 11:54 WIB

Tertarik Terbitkan CBDC? BI Bisa Belajar dari e-CNY

Bank sentral China sedang dalam upaya uji coba e-CNY

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Tertarik Terbitkan CBDC? BI Bisa Belajar dari e-CNY (Foto: Reuters)
Tertarik Terbitkan CBDC? BI Bisa Belajar dari e-CNY (Foto: Reuters)

Bank Indonesia sedang mempertimbangkan untuk menerbitkan uang kertas dan koin versi digital (bukan e-money).

Meskipun China bukan yang pertama (kehormatan itu jatuh ke Bahama), e-CNY bisa menjadi model yang patut dicontoh karena leading dalam pembayaran digital dibandingkan Amerika dan belahan dunia lainnya.

Lebih dari setengah juta orang telah menerima e-CNY dalam uji coba sejak tahun lalu. Bank sentral China sedang mempelajari cara menyebarkannya ke luar negeri.

Niall Ferguson, seorang sejarawan, melihat Amerika sedang mengambil risiko membiarkan China "mencetak uang masa depan".

 

Baca Juga: Georgia Pertimbangkan Peluncuran CBDC

Secara hukum, ini sama dengan uang tunai. Semua uang dalam aplikasi e-CNY, yang ditawarkan bank komersial, didukung PBoC.

Mata uang digital China lahir sebagai kebijakan atas besarnya transaksi e-money oleh swasta, berdampak signifikan terhadap inklusi keuangan dan menciptakan cashless society secara radikal selama sepuluh tahun terakhir.

Kalau ini dibiarkan, bagaimana pemerintah bisa memiliki kendali penuh terhadap sistem moneter, fiskal, dan perpajakan? Dan, ini juga akan menantang kekuasaan dollar.

Dengan beberapa sentuhan di layar handphone, Lu Qingqing, seorang pekerja kantor berusia 24 tahun, melompat ke masa depan moneter. Dia adalah satu dari 50.000 orang di Shenzhen yang dipilih akhir tahun lalu untuk uji coba mata uang digital China.

Dia mengunduh aplikasi, menerima 200 yuan (US$ 30) dari pemerintah dan pergi berbelanja buku. Tampilan aplikasi menunjukkan uang kertas tradisional. "Rasanya seperti uang sungguhan," katanya.

Sebagian besar pembayaran digital saat ini dalam bentuk kartu yang diterbitkan bank, ditambatkan ke akun pengguna di Alipay atau WeChat. Ini harus melewati NetsUnion, platform kliring sentral. Demikian pula, transaksi valuta asing terjadi di Sistem Perdagangan Valuta Asing China. Dalam kedua kasus tersebut, regulator dapat melihat bagaimana orang-orang menghabiskan waktu secara real time.

Untuk pembayaran digital yang tidak menyentuh bank, pemerintah dapat meminta catatan ke penyedia jasa seperti di Indonesia ada Gopay Ovo LinkAja & Dana (GOLD) dan, sebaiknya perlu segera disiapkan sistem pelaporan yang seimbang secara real time.

Sama seperti bank sentral yang berdiri di belakang yuan kertas, begitu pula dengan jaminan. Jika, katakanlah, bank komersial yang membuat penyimpanan digital Ms Lu bangkrut, e-CNY ang dikaitkan dengan nomor identitas pribadinya akan ditransfer ke dompet baru.

Hasilnya adalah bahwa tanpa e-CNY, regulator tidak memiliki kendali penuh, selain hanya uang tunai kuno. Dan selama jutaan generasi kolonial dan lansia tidak suka membayar barang dengan ponsel pintar, pemerintah tidak akan menghapus uang tunai.

Kebijakan moneter di Cina menuntut bank sentral untuk mampu memprogramkan kembali uang yang akan digunakan, baik cetak, elektronik, maupun digital. Ini membutuhkan kemampuan teknologi yang mendukung seperti RegTech dan SupTech.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement