DPR: Pengadaan Alutsista Lewat Skema Utang Sudah dari Dulu

Legislator menilai pembelian alutsista secara utang bukan hal baru.

Jumat , 04 Jun 2021, 18:25 WIB
Alutsista (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Alutsista (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berencana akan melakukan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) melalui skema pinjaman luar negeri. Anggota Komisi I DPR, Bobby A Rizaldi, mengatakan, pengadaan alutsista melalui skema utang sudah dilakukan dari dulu.

"Ya, memang pembelian alutsista dari dulu sudah menggunakan skema utang pinjaman luar negeri, tidak ada yang berubah banyak soal ini," kata Bobby kepada Republika.co.id, Jumat (4/6).

Baca Juga

Namun, baik pemerintah maupun DPR belum menyepakati apa pun terkait hal tersebut. DPR berencana akan membahas lebih dalam rencana tersebut bersama Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas.

"Disampaikan kemarin bahwa skema utang ini dibayarkan dengan besaran APBN tahunan yang sama seperti sekarang, yaitu sekitar 0,8 persen dari PDB, dengan tenor yang lebih panjang dan bunga yang jauh lebih rendah dibandingkan skema pembiayaan pinjaman luar negeri sebelumnya. Dan, ini nantinnya, tentu atas persetujuan kementerian lain, seperti Bappenas dan Kemenkeu, bukan hanya Kemenhan, sebelum disahkan menjadi UU APBN bersama DPR," ujarnya menjelaskan.

Prinsipnya, Bobby menilai modernisasi alutsista sangat diperlukan untuk mengejar postur pertahanan dalam negeri yang sempat tertinggal 10 tahun (1998-2008). Ditambah kesiapan alutsista yang dimilki saat ini juga dinilai rendah karena banyak yang sudah melewati batas usia pemakaian. 

"Pengadaan ini bisa berupa akuisisi alutsista baru atau biaya pemeliharaan/perawatan," ujarnya.

Politikus Partai Golkar itu menambahkan, rapat kerja bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Rabu (2/6) kemarin, merupakan rapat untuk membahas kerangka RKP RAPBN 2022. Masukan dari rapat tersebut nantinya akan dipertimbangkan Kemenhan/pemerintah dalam penyusunan nota keuangan yang akan dibacakan Presiden tanggal 16 Agustus, yang nanti setelah itu dibahas DPR untuk disahkan jadi UU APBN 2022.

"Jadi, seperti kisi-kisi kerangka kebijakan fiskalnya," ucapnya.